Pancasila, Moralitas Bangsa
Dalam suatu diskusi tentang Pancasila di suatu lokasi di Jakarta Selatan muncul pertanyaan, kenapa sejumlah pejabat negara termasuk anggauta parlemen melakukan korupsi ?. Terlintas dalam pikiran saya, pertanyaan tersebut bisa dikembangkan; bukankah pejabat atau anggota parlemen adalah suri tauladan bagi warga negara biasa ?
Pertanyaan tersebut mendorong saya yang sejak lama mendalami Pancasila , untuk menulis secara singkat tentang pemahaman Pancasila .
Pancasila bukanlah sekadar deretan lima kalimat yang tersusun menjadi lima sila seperti yang sering diucapkan secara bersama dalam setiap upacara bendera atau ikrar bersama ketika diangkat sebagai pejabat eksekutif, yudikatif dan berbagai lembaga negara lainnya. Tetapi lima tersebut mengandung “nilai dasar” yang merupakan sumber moralitas yang di dalamnya merupakan nilai-nilai dasar yang menjadi landasan moral bagi seluruh warga negara, khususnya para pejabat negara baik sipil atau militer, eksekutif, legislatif dan yudikatif.
Sila pertama Ketuhanan Yang Mahaesa seharusnya menuntun segenap elemen bangsa ini mematuhi perintah Yang Mahaesa, misalnya untuk tidak berbuat korupsi bagi pejabat negara karena agama apapun melarang. Sila kedua menuntun seluruh warga bangsa untuk menghormati hak dan kewajiban seluruh warga bangsa dengan tidak membedakan satu sama lainnya. Demikian seterusnya sila ketiga sampai kelima “nilai keadilan” yang melekat pada segenap warga bangsa, tidak pandang berbeda suku, strata sosial, agama dan seterusnya.
Penting mendapat perhatian bahwa korupsi adalah tindakan yang bukan hanya mengambil secara tidak sah harta negara yang berasal dari jerih payah rakyat. Tetapi juga akan menghancurksn keadilan sosial yang dipesankan oleh Pancasila.
Lebih-lebih dewasa ini seperti dilaporkan oleh PPATK bahwa korupsi di negeri ini sudah mencapai angka yang memprihatinkan. Seperti disebutkan dalam laporan itu, sebesar 30 sampai 40 persen APBN dan APBD menguap karena korupsi. Karena itu di tengah sedang terjadinya defisit APBN sekarang ini yang mencapai 400 triliun lebih. Maka seluruh elemen bangsa khususnya Presiden Prabowo, perlu memberikan perhatian terhadap masalah ini dan menyadari pula bahwa akar masalah ini adalah merosotnya moral bernegara.
Dr. KH. As'ad Said Ali
Pengamat sosial-politik, Mustayar Pengurus Besar Nahdlatul Ulama periode 2022-2027, tinggal di Jakarta.
Advertisement