Pancasila dan Penjual Sate Madura, Terasa Cerdiknya
Di tengah banyak kalangan mengkritisi RUU Haluan Ideologi Pancasila (HIP) selalu ada yang melerasikan suasana tegang itu. Mari kita nikmati humor segar ini.
Suatu ketika, ada bapak-bapak yang sambil membeli sate madura. Mereka mencoba mengetes rasa nasionalismenya si penjual sate.
Pembeli: “Cak. Sampean hapal Pancasila?”
Cak Penjual Sate: “Ya happal luar kepala saya. Masak Pancasila saja nggak hapal.”
Pembeli: “Coba sebutkan!”
Cak Penjual Sate: Satu, bersyahadat. Dua,menegakkan salat lima waktu. Tiga, membayar zakat. Empat, berpuasa ramadlan. Lima, naik haji ke Mekkah-Madinah”.
Pembeli: Lho. Itu 'kan rukun Islam, Cak. Bukan Pancasila”.
Cak Penjual Sate: “Lhooo. Sampean belum tahu, kalau inni sumbernya sumber, di atasnya Pancasila”.
Pembeli: “Maksudnya bagaimna, Cak?”
Cak Penjual Sate: “Lhoo. Gimana sampeyan ini, kok malah belum tahu. Orang bisa berketuhanan yang mahaesa itu kalau sudah bersyahadat Laa ilaha illallah Muhammadur Rasulullah. Orang bisa menjadi manusia yang adil beradab, apabila dia sudah benar-benar menegakkan shalat. Persatuan Indonesia akan terwujud, apabila yang kaya tidak semakin kaya dan yang miskin tidak semakin miskin. Itu kan zakat namanya. Para pejabat itu bisa memimpin dengan hikmah, mengutamakan kepentingan rakyat, tidak seenak perutnya sendiri, kalau mereka itu mau berpuasa. Dan keadilan sosial bagi semua rakyat, apabila kita bisa bertemu dan bersatu meskipun berbeda-beda seperti orang berhaji di Mekkah.
Pembeli: “Ooo jadi gitu ya, Cak. Sampeyan kok pinter, Cak”.
Cak Penjual Sate: “Looo bagimanna sampeyan ini. Saya ini meskipun penjual sate 'kan orang Islam. Orang Islam ya pasti Pancasilais, karena Pancasila itu turunannya Islam”.
Ha...ha...ha...
*) Ilustrasi: diambil dari islamindonesia.id.