Pameran Tunggal Triyoso, Mengenang Kejayaan Wayang Wonosalam
Desa Galengdowo, Kecamatan Wonosalam, Jombang, berada di kaki Gunung Anjasmoro. Udaranya dingin, suasanya tenang, jauh dari kebisingan.
Dulu, bila malam mulai datang, suasana yang tenang itu ditimpali suara gamelan. Sesekali terdengar suluk dalang. Memang, warga desa, terutama di Dusun Plumpung, hampir tiap malam melakukan proses pementaskan wayang kulit. Latihan yang berlangsung setiap malam tidak lagi dianggap sekadar berlatih, tetapi sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Suara-suara gamelan dan suluk dalang yang sakral itu, sudah lama tak terdengar. Bukan kalah dengan suara mesin kendaraan bermotor yang menderu-menderu saat melewati jalan tanjakan, tetapi memang sudah punah. Wayang, bagi penduduk Desa Galengdowo, kini tinggal kenangan.
Warga Desa Galengdowo sudah lama kehilangan wayang. Salah satunya adalah Triyoso Yusuf. Dia yang lahir tahun 1979 masih bisa mengingat bagaimana dahulu kakeknya, Mbah Sumopadi, bermain wayang bersama teman-teman seusianya antara lain Mbah Sir, Mbah Klumpuk dan Mbah Nitirejo yang semuanya sudah almarhum.
Untuk mengenang kejayaan wayang dan gamelan di desanya itu, Triyoso Yusuf melukis dengan obyek wayang dan gamelan. “Wayang dan gamelan sudah punah dari desa saya, saya mengenangnya dengan membuat lukisan-lukisan berobyek wayang,” kata Triyoso Yusuf. “Dengan cara ini saya ingin melestarikan wayang yang pernah hidup dan berkembang di Desa Galengdowo,” tambahnya.
Dengan tajuk Ringgit Wonosalam, atau Wayang Wonosalam, sebanyak 13 lukisan berobyek wayang kulit dan dalang dipamerkan Triyoso sejak 23 September lalu, di Galeri Prabangkara, Taman Budaya Jawa Timur di Jl. Gentengkali Surabaya. Hari ini, Kamis 26 September adalah hari terakhir.
Karya-karya Triyoso termasuk aliran ekspresionisme. Menggunakan cat minyak dengan sapuan bertolak dari gaya Affandi, tetapi dengan figur mirip karya Hendra Gunawan. Paduan pengaruh dari kedua maestro itu melahirkan bentuk baru yang terus dikembangkan oleh Triyoso sejak tahun 2016.
Triyoso bangga karena banyak anak-anak sekolah yang mengunjungi pameran tunggal keduanya ini. “Memang salah satu tujuan saya adalah memberi semangat pada anak-anak untuk tetap melestarikan wayang. Jangan sampai mereka sama sekali tidak mengenal wayang,” katanya. (nis)