Pameran Lukisan Selamatkan Balai Pemuda
Siang tadi, sejumlah seniman ramai-ramai melukis dengan obyek Balai Pemuda, Surabaya. Hal itu mereka lakukan sebagai bentuk protes terhadap kebijakan Pemerintah Kota dan DPRD Surabaya yang berencana membangun gedung baru di area cagar budaya ini.
Sabtu, 2 Desember 2017, malam karya-karya para perupa kemudian dipamerkan di selasar Gedung Merah Putih, terhitung ada 75 lukisan terpampang.
Obyek lukisannya macam-macam, mulai dari Kubah Gedung Merah Putih, Masjid Assakinah yang sudah terbongkar, sampai kantor dua organisasi kesenian tua yakni Bengkel Muda Surabaya (BMS) dan Dewan Kesenian Surabaya (DKS) yang juga terancam bakal tergusur, akibat proyek serampangan pembangunan gedung DPRD Surabaya senilai Rp 60 miliar itu.
Kenapa serampangan? karena para seniman menilai, pembongkaran masjid dan dua gedung dibelankangnya itu tau-tau hendak dibongkar oleh Pemerintah Kota Surabaya tanpa ada dialog dan sosialisasi sebelumnya.
"Sama sekali tidak ada sosialisasi, tau-tau DKS dan BMS disurati, tanpa dialog, begitu juga masjid, yang bahkan sudah dilakukan pembongkaran 22 Oktober lalu," ujar M. Anis, kepala Sanggar Merah Putih yang memprakarsai acara bertemakan 'Save Balai Pemuda' itu.
Pemerintah Kota Surabaya melalui Sekretaris Daerah melayangkan surat bertanggal 19 Oktober 2017 kepada DKS dan BMS. Mereka diminta mengosongkan dua bangunan yang berisi karya-karya para seniman itu.
Padahal, Masjid Assakinah, DKS dan BMS sudah berada di komplek Balai Pemuda sejak 1970. Masjid Assakinah dan gedung DKS serta BMS sudah dua kali dibongkar untuk pembangunan gedung DPRD Surabaya yang sekarang berdiri. Kini semuanya akan dibongkar lagi untuk perluasan gedung DPRD dengan 8 lantai.
Salah satu seniman muda yang mengikuti acara itu, Arya Bima Seta menyayangkan bila lahan Balai Pemuda dialihfungsikan menjadi gedung dewan.
"Sangat disayangkan bila ruang seni dan kebudayaan seperti Balai Pemuda ini oleh Pemkot dijadikan arena perkantoran anggota DPRD yang tak ada faedahnya," ujar Arya.
Menurutnya apa yang dilakukan pemerintah ini justru mendistraksi para pemuda pada kebudayaan dan kearifan kotanya, karena hal itu, tak mengherankan bagi Arya, jika nantinya anak-anak muda mlaah lebih mengenal budaya asing yang tak mempunyai karakter ke-Indonesia-anya.
"Apa ini yang pemerintah mau, anak muda buta dengan sejarah kotanya?" ujar Arya, yang kini menempuh pendidikan seni rupa di Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta (STKW) Surabaya.
Arya memilih melukiskan objek Assakinah yang telah terbongkar sejak 22 Oktober lalu, itu adalah gambaran kekecewaanya, karena telah robohnya ruang religius satu-satunya di Balai Pemuda ini.
"Saya memilih menggambar masjid ini, bagi saya agama adalah penyeimbang kesenian," ujarnya.
Selama ini Balai Pemuda adalah oase kebudayaan, tempat para seniman dari Surabaya lahir antara lain pemusik Leo Kristi, Gombloh, Franky Sahilatua, para peluksi Amang Rahman, Krishna Mustajab, Oh Supono, Daryono, dramawan Basuki Rahmad, Bawong SN, Hari Matrais, dan masih banyak lagi, yang semuanya sudah almarhum. Sementara mereka yang masih hidup antara lain Hare Rumemper, Wally Sherdil, Bambang Jon, Amir Kiah, Akhudiat.
Balai Pemuda juga dikenal sebagai pusat kesenian di Kota Surabaya, banyak seniman muda memulai karya dan karirnya dari komplek gedung yang sudah ada sejak 1907 ini, seperti Arya dan kawan-kawannya.
Sementara itu saat karya-karya seniman dipamerkan, ada pula panggung apresiasi seni, juga pertunjukan musik yang memuat Balai Pemuda yang usianya lebih dari seabaad itu, menjadi tetap 'muda'. (frd)
Advertisement