Pameran Lukisan Laut Lestari Ariel Ramadhan dari Sanggar Daun
Pelukis muda asal Surabaya Ariel Ramadhan menggelar pameran tunggal bertitel Laut Lestari di Kayoene Café dan Gallery, Jl Raya Graha Family Barat, Surabaya, Sabtu 27 November 2021 siang. Dalam pameran tunggal keduanya ini, Ariel Ramadhan membawa misi tentang penyadaran mengenai lingkungan dan perahu sebagai bahasa simbol.
Sebanyak 30 karya lukisan yang dikerjakan Ariel Ramadhan dari tahun 2020 sampai 2021 dipamerkan hari ini. Lukisan tersebut dikerjakan Ariel Ramadhan menggunakan media cat akrilik di atas kanvas yang sebagian dipadu dengan menggunakan cat air. Uniknya kanvas yang digunakan Ariel Ramadhan tak semuanya konvensional segi empat, namun kali ini, dia juga bereksperimen dengan kanvas bulat.
Bahkan pelukis 21 tahun itu bereksperimen melukis dari kanvas yang dia olah dari tenda terpal bekas dengan teknik kolase berbahan sampah plastik mulai dari botol bekas air mineral, sedotan, bungkus shampo, sedotan, bungkus mie instan, kemasan minyak goreng dan lainnya yang dia pungut sendiri di Pantai Kenjeran Surabaya.
Kolase aneka sampah plastik pada tenda terpal bekas ini kemudian dilukis Ariel Ramadhan menggunakan sapuan kuas menggunakan perpaduan cat akrilik. Beberapa bagian dia padu dengan teknik pisau palet.
“Ada 2 karya mengenai sampah plastik di atas terpal bekas yang ditampilkan dalam pameran ini, ukuran 180 x 120 sentimeter yang dia kerjakan akhir tahun 2020 dan satu lagi ukuran 159 x 103 sentimeter yang dikerjakan pada awal tahun 2021,” kata Arik S Wartono, kurator pameran.
Arik, selaku guru lukis Ariel Ramadhan di Sanggar Daun mengungkapkan jika sebagai seniman, Ariel secara swadaya serta kesadarannya sendiri dalam melakukan proses berkarya yang dia kemas dalam pameran lukisan bertema Laut Lestari ini.
Kecerdikan Ariel Ramadhan terlihat pada bahasa simbol dengan objek utama perahu tradisional Pinisi dan Jukung dalam karya-karya lukisnya. Hal ini seakan menggugah kesadaran kita untuk melakukan pelestarian lingkungan.
“Pinisi dan Jukung adalah perahu tradisional Nusantara, dan kita sesungguhnya bisa belajar banyak dari kearifan tradisi untuk menemukan solusi atas berbagai persoalan hidup kekinian,” ujar Arik.
Pendiri sekaligus pemilik sanggar Daun itu melanjutkan bahwa melalui bahasa-bahasa simbol ini Ariel Ramadhan juga mengajak masyarakat secara luas yang tidak terbatas pada publik seni untuk merenung ulang bahwa peradaban modern ternyata tidak selalu selaras dengan kehidupan planet bumi yang berkelanjutan.
Karya seni yang baik adalah karya yang tidak sekadar menghibur mata secara fisik, tapi ia juga mampu menawarkan kontemplasi agar minimal masyarakat pada zamannya mau merenungkan kembali hal-hal yang paling dekat demi menemukan solusi bersama atas permasalahan aktual dalam kehidupan.
“Dan tampaknya pelukis muda Ariel Ramadhan telah melakukan upaya tersebut melalui pameran tunggal lukisan Laut Lestari,” pungkas Arik.
Semua proses kreatif Ariel Ramadhan dalam menciptakan karya-karya lukisan ini terdokumentasi secara rinci dan disajikan dalam sebuah video dokumenter. Karena itu dalam pameran lukisan Laut Lestari ini sekedar pameran lukisan biasa melainkan ada "seni peristiwa" atau "seni konseptual" yang dilakukan oleh Ariel Ramadhan untuk menggelar pameran lukisan yang juga menjadi bagian dari perayaan 17 tahun sanggar Daun dan even Biennale Jawa Timur IX.