Pameran 20 Pelukis Jatim di Tengah Udara Panas
Udara panas. Rata-rata di atas 30 derajat Celcius. Suasana juga panas. Karena itu perlu didinginkan. Bukan dengan berita-berita politik, ekonomi, kriminalitas atau berita-berita bencana. Tetapi dengan berita tentang pameran lukisan. Adem. Meskipun ada yang menganggapnya aneh, dalam iklim politik seperti sekarang kok masih sempat-sempatnya berpameran lukisan.
Itulah hebatnya seni. Justru di saat kondisi lagi panas, masih ada yang berpameran lukisan. Seperti pameran bersama 20 pelukis Jawa Timur, yang sejak Selasa 22 Oktober digelar di Galeri Prabangkara, Taman Budaya Jawa Timur. Pameran ini memang menjadi program tahunan UPT Taman Budaya Jatim, memanfaatkan galeri dua lantai bantuan Dirjen Kebudayaan Dikbud tahun 2015.
Kedua puluh pelukis asal Jatim itu masing-masing mengirim dua karya bebas, yang dikuratori Agoes Koetjing. Keduapuluh karya itu didisplai di tiga dari 4 ruangan yang ada. Agoes Koecing sendiri tidak mau disebut kurator. Cukup sebagai koordinator, katanya.
Edy Iriyanto, Plt. Kepala UPT Taman Budaya Jatim saat membuka pameran antara lain berharap agar galeri yang dipakai untuk pameran bersama ini dapat memberi sumbangsih pada para pelukis, serta dapat membuka peluang yang lebih luas agar karya-karya mereka bisa sampai ke tangan kolektor.
Tajuk pameran adalah ‘Harmoni,” temanya bebas. Demikian juga genre lukisan serta media yang digunakan. Pembebasan tema dan aliran ini selain memberi kesan pameran terasa lapang, juga penuh dengan gagasan yang mengejutkan. “Bagus-bagus,” komentar beberapa orang yang hadir pada pembukaan pameran.
Pembebasan tema ini ternyata juga ada baiknya. Ada beberapa karya yang tiba-tiba saja membuat penikmatnya terkejut. Ada memang, beberapa pelukis yang memang merancang membuat karya yang mengejutkan. Sedang beberapa pelukis lainnya lebih senang berposes secara alami tetapi terus saja bergerak dan berkarya.
Dari sisi pengunjung sendiri juga beragam, sebagaimana beragamnya tema. Ada penikmat yang berusaha untuk mengerti apa makna dari sebuah karya. Dia akhirnya mengerti, setelah mendapat penjelasan dari pelukisnya.
Ada yang datang langsung mengerti semuanya. Tapi tidak sedikit pula yang datang hanya untuk berselfie. Mereka memilih lukisan bukan karena keindahan atau kedalaman sebuah karya. Mereka mencari lukisan yang warnanya sesuai dengan warna busana yang sedang mereka pakai. Untuk latar belakang selfie.
Itupun sudah bagus. Karena lukisan memang harus terus dihadirkan kepada masyarakat, agar mereka tidak makin dalam terseret hawa panas.
Pameran di galeri yang berada di halaman Taman Budaya Jl. Gentengkali 85 Surabaya ini terbuka untuk umum, hingga tanggal 26 Oktober mendatang. Galeri dibuka dari pukul 10.00 s/d 21.30.
Sebelum lupa, kedua puluh pelukis yang berpameran itu adalan Arfandi (Malang), Basuki Ratna (Madiun), Mg Kirman (Batu), Nurali (Tulungagung), Wadji Iwak (Sidoarjo), Agung Irawan (Singosari), Sugiyo (Tulungagung), Handoko Sumahan (Bojonegoro), Camil Hady (Lamongan), Rezzo Masduki (Gresik), Loyong Budi Harjo (Gresik), Andiek Eko (Sidoarjo), Eddy Kuas (Sidoarjo), Triyoso (Surabaya), Agung Sasongko (Kediri), Tamar Sasareh (Sumenep), Ferisal (Nganjuk), Luqman Hidayat (Surabaya), Akhyak (Jombang) dan Subeki dari Gresik. (anis)
Advertisement