Paksa Pastor Bikin Bom, Kekejaman Milisi ISIS di Marawi Filipina
Kota Marawi, Filipina, kini telah' dibebaskan' dari militan. Pihak militer Filipina menyatakan, perang tetap dilancarkan terhadap sekitar 30 militan yang masih berada di dalam kota yang menyandera 20 orang.
Saat itu, menyusul adanya bom dan kekacauan di wilayah tersebut pada sekitar Oktober 2017.
Selama lima bulan sebelumnya. tentara Filipina berupaya menguasai kembali sepenuhnya kota yang sempat direbut militan Islam. Ketika itu, hingga jatuh korban 1.000 jiwa lebih, termasuk puluhan warga sipil.
Di balik peristiwa yang menyita perhatian kemanusiaan itu, kini terungkap kisah menyedihkan. Ternyata, ada kisah seorang Pastor yang dipaksa untuk bikin bom. Demikianlah kekejaman Milisi ISIS di Marawi, Filipina.
Demikian disebutkan BBC News, dilansir Jumat, 6 September 2019.
Selama lima bulan pada 2017, para milisi yang berafiliasi dengan kelompok yang menamakan diri Negara Islam (ISIS) menguasai kota Marawi, Filipina selatan.
"Salah satu tawanannya adalah seorang pastor Katolik, Chito, yang dipaksa membuat bom di bawah ancaman penyiksaan. Pengalamannya ini sangat mengguncang dirinya, tetapi dia tetap berharap umat Kristen dan Islam dapat tetap hidup dengan damai," tulis Josephine Casserly dan Howard Johnson dari BBC News.
Saat makan malam di Masjid Bato, 20 orang berkumpul mengelilingi meja panjang di ruang bawah tanah, siap untuk makan. Di satu sisi meja, 15 orang milisi ISIS.
Di bagian lain, Pastor Katolik Chito dan beberapa orang Kristen lainnya.
Tiba-tiba suara tembakan terdengar membuat mereka terkejut. Pastor Chito mengambil AK47 di kakinya dan melempar senjata itu ke salah satu milisi yang segera meraihnya dan berjaga di pintu masuk masjid.
Setelah beberapa menit, tembak-menembak beralih ke tempat lain dan mereka kembali duduk di meja.
Ini adalah kerutinan mereka. Pastor Chito telah ditawan selama lebih dua bulan. Dia tidak bisa mengatakan dirinya menyukai penculiknya, tetapi dia telah mengembangkan "kedekatan kemanusiaan" dengan mereka.
Ini adalah kelompok kecil yang makan dan bekerja bersama-sama. Dan ketika Chito mendengar salah satu milisi meninggal saat berperang dengan militer Filipina, dia juga berduka.
Pastor Chito disandera pada tanggal 23 Mei 2017, ketika kota Marawi dikepung pada milisi yang berafiliasi dengan ISIS.
Sebelumnya, Marawi adalah sebuah kota indah dengan rumah berdekatan, berbangunan tinggi serta masjid yang dihiasi. Letaknya di Pulau Mindanao, Filipina selatan, kota yang mayoritas penduduknya Muslim di negara yang sangat Katolik.
Masjid kemudian bermunculan dan orang-orang yang berganti agama dikenal sebagai orang Moro. Ketika Spanyol menjajah Filipina pada abad ke-16 dan membawa agama Katolik, mereka gagal menguasai Moro.
Sejak saat itu, kebanyakan Muslim di selatan merasa dipojokkan. Wilayah tersebut adalah salah satu yang termiskin di Filipina dan mereka mendesak Manila agar memberikan otonomi.
Ketika Pastor Chito dikirim ke Marawi 23 tahun lalu, tujuannya adalah membangun dialog antar agama Kristen dan Islam. Sebagian besar orang di kota itu menyambutnya dan rekan-rekannya.
Tetapi beberapa bulan sebelum pengepungan, dia mulai merasa tidak nyaman.
Pada permulaan tahun 2016, dua saudara laki-laki dari suku Maute kembali kota asal mereka Butig, selatan Marawi, setelah belajar di Timur Tengah. Mereka mulai menyebarkan Islam militan dan membentuk kelompok beranggotakan 200 orang, yang mulai menyerang pasukan pemerintah di daerah tersebut.
Tahun 2017, serangan semakin mendekati Marawi.
Petempur dari Indonesia dan Malaysia telah menjadi anggota milisi. Pada akhir bulan Mei, kelompok lain yang berafiliasi dengan ISIS, Abu Sayyaf atau "pembawa pedang" mulai terlihat di kota itu. Demikian laporan BBC News.
Advertisement