Pakistan Diterjang Banjir, 310 Korban Meninggal
Banjir di sejumlah wilayah di Pakistan telah memakan korban sedikitnya 310 orang meninggal. Pemerintah mengeluarkan peringatan hujan ekstrem di sedikitnya 14 kota.
Banjir di Pakistan
Wilayah selatan Karachi, yang dihuni sedikitnya 16 juta jiwa, mengalami banjir lumpur. Banyak kendaraan terjebak dalam lumpur. Sedikitnya 15 orang meninggal sejak Sabtu, 23 Juli 2022.
Layanan dan transportasi publik di kota tersebut berhenti beroperasi. Badan penanggulangan bencana nasional setempat (NDSMA) menyebut sedikitnya 5.600 rumah penduduk rusak, dikutip dari The Guardian, Rabu 27 Juli 2022.
Ganggu Perekonomian
Banjir musiman menyebabkan pedagang di Karachi beradaptasi dengan berpindah ke lokasi yang lebih kering dan tak mudah diterjang banjir.
Pedagang elektronik dan garmen mengaku merugi miliaran rupee akibat banjir yang merusak dagangan mereka.
"Kami tak punya alternatif selain berpindah ke lokasi yang lebih kering dan aman. Di sini jalan berubah menjadi sungai, dan kendaraan tak bisa melalui banjir berlumpur," kata Ahmed Khan, pedagang elektronik dikutip dari The Guardian.
Sedangkan warga di wilayah padat penduduk di Orangi Town bergelut dengan upaya mengeringkan rumah mereka, akibat banjir setelah hujan turun hingga berjam-jam. "Butuh mingguan untuk mengeringkan rumah akibat banjir, tanpa bantuan dari pemerintah," kata Ali, penjual sayur di wilayah tersebut.
Wilayah Rentan Bencana
Pakistan duduk di peringkat atas negara paling rentan dalam Indeks Risiko Pemanasan Global, dengan kerugian tertinggi dalam hal ekonomi dan kematian akibat cuaca ekstrem.
Diperkirakan sedikitnya 100 ribu nyawa melayang akibat bencana alam di Pakistan, dan kerugian sekitar USD4 miliar, sepanjang 2018.
Perubahan iklim menyebabkan Pakistan semakin banyak menerima hujan. "Kami mengalami perubahan cuaca, hujan yang semakin lebat. Karachi menghadapi banjir akibat musim yang tak bisa ditebak. Kami belum bisa beradaptasi dengan perubahan ini, dan kita butuh membekali penduduk melalui perencanaan yang lebih baik," kata aktivis lingkungan Alfia Salam.
Advertisement