Pakde Karwo Klaim Jatim Tulang Punggung Ketahanan Pangan Nasional
Gubernur Jawa Timur Soekarwo (Pakde Karwo) mengatakan ketahanan pangan Jatim saat ini dalam posisi sangat baik, bahkan mampu menjadi tulang punggung nasional.
Terbukti, ketersediaan pangan seperti beras, jagung, dan ubi kayu saat ini mengalami surplus.
"Jatim masih menjadi tulang punggung ketahanan pangan nasional. Saat ini pangan kita naik dari 17 persen menjadi 19,3 persen terhadap nasional. Jadi seperlima kekuatan ketahanan pangan nasional ada di Jatim," katanya dalam peringatan Hari Pangan Sedunia di Jatim Expo Surabaya, Senin, 15 Oktober 2018.
Berdasarkan data, produksi padi di Jatim saat ini surplus 4,9 juta ton, jagung surplus 6,2 juta ton, ubi kayu surplus 2,9 juta ton, dan ubi jalar surplus 135 ribu ton.
Sementara konsumsi beras per kapita Jatim pada sensus 2016 lalu sebanyak 91,3 kg per kapita per tahun. Dengan jumlah penduduk sekitar 39 juta jiwa maka kebutuhan beras di Jatim sebanyak 3,6 juta ton beras setiap tahun.
"Untuk beras kita tidak hanya surplus tapi juga mampu memenuhi kebutuhan di 15 provinsi lain. Kita yang minus hanya kedelai dan bawang putih," kata dia.
Menurut Pakde, saat ini ada dua masalah dalam ketahanan pangan di Jatim, yakni pertama soal menyusutnya lahan pertanian. Rata-rata per tahun penyusutan lahan di Jatim mencapai 1.953 hektar.
Lahan ini berubah menjadi perkantoran, perumahan, kawasan industri dan pariwisata.
Untuk itu, Pakde Karwo meminta para ahli dari berbagai perguruan tinggi untuk melakukan riset dan pengembangan tentang peningkatan produksi dan produktifitas, seperti penemuan bibit unggul.
"Kami juga minta kepada bupati/walikota untuk mengecek kembali peraturan daerah tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Saat ini baru 22 kabupaten yang telah membuat LP2B," ujar dia.
Selain itu, Pemprov Jatim juga melakukan peningkatan nilai tambah hasil panen melalui program hulu hilir agro maritim. Program ini terus dilakukan karena memberikan nilai tambah pada gabungan kelompok tani (Gapoktan), bukan di perusahaan besar. Apalagi sebagian besar UMKM Jatim berada di industri agro.
"Pilihan industri agro ini tepat karena bahan bakunya ada di sekitar kita, bukan impor, sehingga ekonomi Jatim stabil," katanya.
Permasalan kedua adalah ketersediaan air. Dimana dari 55 milyar meter kubik air setiap tahun, yang bisa ditampung hanya 19,3 milyar meter kubik dan sisanya terbuang ke laut. Sedangkan yang diperlukan Jatim sebanyak 22,2 milyar meter kubik, sehingga minus 2,9 milyar meter kubik.
Pakde Karwo pun meminta bupati/walikota serta kepala dinas di kab/kota se Jatim untuk melakukan efisiensi terhadap saluran air di pertanian. Termasuk warga yang tinggal di daerah sekitar Sungai Brantas.
"Bila mampu melakukan 10 persen efisiensi maka kita bisa mengurangi kekurangan ini," katanya.
Pakde menambahkan kalau Pemprov Jatim saat ini mendorong penyelesaian waduk di beberapa daerah seperti Ponorogo, Trenggalek dan Bojonegoro. (frd)