Pakar Unair Minta Pemkot Tak Politisir Polemik Hiburan Malam
Pakar Epidemiologi Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Dr. Windhu Purnomo menyayangkan sikap sebagian masyarakat yang meminta Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya untuk membuka Rekreasi Hiburan Umum (RHU) malam. Ia meminta agar Pemkot mendasarkan sikap dengan logika sains, bukan pertimbangan politis.
Windhu mengatakan, untuk mengoperasikan kembali tempat hiburan masyarakat saat pandemi Covid-19, tidak hanya berpatokan pada kebutuhan ekonomi saja. Karena memiliki tingkat risiko yang tinggi.
“Bukan karena saya (mereka) kesulitan (ekonomi), terus begini-begini kan gak bisa. Jadi masyarakat pun harus punya persepsi risiko yang tinggi, (keinginan) itu menunjukkan bahwa persepsi risiko yang rendah,” kata Windhu, Selasa, 4 Agustus 2020.
Selain itu, Windhu pun menyadari bahwa tingkat kebosanan masyarakat sudah tinggi. Namun, ia meminta agar para warga bersabar hingga pandemi Covid-19 mereda di Kota Surabaya.
“Bukan hanya para orang tua, saya sendiri sudah bosan di rumah, tapi masa karena bosen saya keluyuran kemana- mana, ya tidak, kita kan harus bertanggungjawab pada diri sendiri dan orang lain,” ucapnya.
Di sisi lain, Windhu menganggap bahwa hal tersebut juga merupakan dampak dari buruknya komunikasi antara Pemkot Surabaya dengan masyarakat. Ia pun menilai cara penyampaian pesan dari pemerintah kurang efektif. “Karena komunikasi publik dari pemerintah jelek, tidak efektif, tidak bisa meyakinkan rakyat apa yang harus diperbuat. Sehingga muncul persepsi dan keinginan itu muncul, itu kan karena soal komunikasi publik,” jelasnya.
Windhu juga mengingatkan kepada Pemkot Surabaya, agar selalu berhati-hati dalam mengambil keputusan. Seperti tetap memperhatikan dari sisi ilmu pengetahuan daripada mengedepankan suara terbanyak. “Tidak bisa kemudian kebanyakan kita minta begini (RHU malam dibuka), kebanyakan kita (minta) dibuka saja semua. Jadi ini bukan soal pemilu (pemilihan umum), bukan soal demokrasi, ini nggak bisa kalau tak pakai sains,” ungkapnya.
Sebab, menurut Windhu, dari ilmu pengetahuan tersebut didapatkan data kebenaran yang pasti. Jadi jika angka penyebaran kasusnya masih buruk, lebih baik tidak dibuka dulu sementara waktu. “Sains itu kebenarannya meliputi data, jadi kalau data epideminya masih jelek, ya nggak bisa buka. Kecuali kalau memang mau menuruti suara terbanyak, kan jadi politis itu sifatnya,” tutupnya.