Pakar Unair Bongkar Penyebab Harga Telur Melonjak Rp30 Ribu
Beberapa minggu terakhir harga telur mengalami kenaikan yang cukup singnifikan. Telur seharga Rp 22.000 tiba-tiba merangkak naik menjadi Rp 25.000, Rp 27.000 hingga menyundul Rp 30.000 per kilogramnya.
Menurut pakar ekonomi Universitas Airlangga, Imron Mawardi, kenaikan harga telur ini dipicu suplai telur yang mengalami penurunan. Ia mengatakan, selama dua tahun pandemi COVID-19, harga telur sempat anjlok ke angka Rp 13.000 sampai Rp 15.000 per kilogram. Hal ini membuat banyak peternak gulung tikar atau bangkrut.
Ketika pandemi COVID-19 mulai berakhir dan ekonomi bangkit, permintaan telur kembali tinggi. Sementara, di sisi lain peternak telur sudah banyak yang gulung tikar.
"Hitungan saya, jumlah ternak sudah berkurang sekitar 40 persen. Sudah berkurang. Jadi kira-kira hanya 60 persen saja dari posisi normal," terang Imron Mawardi.
Menurutnya, kenaikan harga telur ini dikarenakan mekanisme suplai biasa. Ketika permintaan tinggi tetapi peternak atau penyuplai telur banyak yang gulung tikar.
Saat ditanya mengenai statement Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan (Zulhas), bahwa salah satu penyebab harga telur naik adalah bantuan sosial (bansos), Imron menjelaskan, bansos hanya faktor kecil menyebab kenaikan telur. Sebab, faktor utamanya adalah kondisi suplai yang terbatas.
"Lebih kepada memang suplai agak terbatas. Makanya peternak telur gulung tikar, sehingga, suplai itu sekitar 60 persen dari kondisi normal sebelum pandemi.
Bansos tidak pengaruh karena suplai agak terbatas," ujar Wakil Dekan II Fakultas Teknologi Maju dan Multidisplin Unair.
Lanjut Imron Mawardi, bansos merupakan bagian konsumsi biasa dari masyarakat sehingga tidak mempengaruhi kenaikan harga telur.
Justru ungkapnya, permintaan dari hotel atau restoran lah yang kembali tinggi, karena mereka sudah mulai beroperasi secara normal pasca pandemi COVID-19.
"Mungkin karena ada peningkatan orang konsumsi telur. Secara umum kan memang kebutuhan masyarakat," imbuhnya.
Menurut Imron Mawardi, kenaikan harga telur ini akan terjadi hingga akhir tahun sambil menunggu suplai telur kembali normal.
"Secara normal untuk satu dua bulan ke depan masih cenderung tinggi harganya. Karena mungkin suplai itu akan mulai normal di akhir tahun," tandasnya.
Advertisement