Pakar: Tak Ada Tanda-tanda Erupsi yang Membuat Warga Terlena
Pakar geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Amien Widodo mengungkapkan, Gunung Semeru belum dinyatakan meletus.
"Tidak ada letusan dashyat pada gunung Semeru pada kejadian Sabtu 5 Desember 2021 kemarin. Tidak ada jejak dan rekam digital dari kondisi gunung Semeru yang memberikan justifikasi bahwa terjadi erupsi besar dan letusan pada gunung Semeru," kata Amien dalam forum "Kompartemen Kebencanaan IKA ITS mematangkan persiapan tanggap darurat guna menerjunkan tim mitigasi dan riset terkait tanggap bencana Semeru".
Amien menjelaskan, perlu dipahami bahwa ada dua jenis erupsi pada gunung berapi. Pertama erupsi letusan adalah erupsi disertai dengan tekanan tinggi yang membuat material padat terlontar ke angkasa dan biasanya diiringi ledakan dan menyebabkan kerusakan yang lebih luas.
"Lalu erupsi non-letusan biasanya magma akan keluar dalam bentuk lelehan, namun bisa pula meluncur dengan kecepatan tinggi dan juga bisa membahayakan," terangnya.
Fakta yang terjadi, ujar Amien bahwa sebagai gunung berapi aktif, Semeru terus menerus erupsi (non-letusan) dengan skala kecil namun intensitasnya cukup tinggi. Erupsi yang terjadi berhari-hari, mengakibatkan menumpuknya material di sekitar bibir kubah Semeru.
Tumpukan material tersebut semakin banyak dan pada saat terjadi hujan lebat maka beban material tersebut makin berat dan terjadilah longsoran. Longsoran yang meliputi material panas disertai awan panas (wedus gembel) serta lahar dingin itulah yang kemudian meluncur cepat dan mengakibatkan banyak korban berjatuhan.
Ia mengungkapkan, Peta Kawasan Rawan Bencana memang sudah dibuat oleh PVMBG. Peta ini memberi peringatan kepada masyarakat yang bermukim di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, II dan I agar mematuhi bila ada pengumuman dari PVMBG tentang peningkatan status aktivitas Gunung Semeru.
"Banyak masyarakat menempati di KRB II dan KRB I dan saat ditanya dan diwawancarai media mereka tidak menyadari itu. Ada yang cerita ada mendung hitam dari Gunung Semeru terus gelap gulita terus banjir lahar panas dan itu sudah terlambat,"urainya.
Menurutnya, pada kasus gunung Semeru, tidak ada tanda-tanda akan adanya letusan besar sehingga masyarakat banyak beraktivitas normal, santai dan sebagian terlena. Erupsi kecil (non-ledakan) adalah hal yang sudah biasa terjadi di Gunung Semeru.
"Saat terjadi longsoran yang terjadi tiba-tiba maka tidak cukup ada waktu bagi mereka yang ada di sekitar puncak gunung Semeru yang bisa menyelamatkan diri.” pungkas Amien.
Selain tanggap darurat dan penanganan korban bencana secara cepat dan tepat, bencana Semeru ini memberikan pekerjaan rumah pada kita bersama untuk memikirkan tentang sistem deteksi dini bencana atau Early Warning System (EWS), edukasi dan pembelajaran kebencanaan bagi masyarakat, recovery dan rehabilitasi serta pengoptimalan penggunaan dan pemanfaatan teknologi.
Selanjutnya tim Kebencanaan IKA ITS akan melakukan mitigasi dan riset lebih lanjut untuk memastikan kondisi gunung Semeru serta rencana tindak lanjut yang bisa dilakukan untuk solusi jangka panjang terhadap potensi bencana Semeru pada khususnya dan kebencanaan di Indonesia pada umumnya.
Advertisement