Pakar Sebut Virus Mutasi Covid-19 Lebih Jinak
Mutasi virus penyebab Covid-19 ditemukan di sejumlah negara di Asia, seperti Malaysia, Singapura, dan Filipina. Pakar di Singapura menyebut jika virus yang bermutasi ini lebih jinak, meski lebih cepat menginfeksi manusia.
Paul Tambyah, konsultan senior di Universitas Nasional Singapura dan juga Presiden Komunitas Penyakit Infeksi Internasional, mengatakan jika bukti yang ada menyebut mutasi Covid-19, D614G di sejumlah negara di dunia, diikuti dengan turunnya angka kematian.
"Mungkin ini kabar baik, untuk menemukan virus yang lebih cepat menular tapi tidak terlalu mematikan," kata Tambyah, dikutip Reuters pada Selasa, 18 Agustus 2020.
Tambyah melanjutkan jika virus akan berubah menjadi lebih lemah jika mereka bermutasi. "Virus bertujuan menginfeksi lebih banyak orang, tetapi tidak membunuh mereka. Karena virus bergantung pada inangnya, untuk makan dan berlindung," katanya.
Hal serupa juga disebutkan ditemukan di Singapura. Sebastian Maurer-Stroh, Agensi Sains,Teknologi, dan Penelitian Singapura, mengatakan jika pemerintah telah melakukan upaya pembatasan untuk membendung penuran mutasi ini.
Baik Tambyah dan Stroh mengatakan jika mutasi Covid-19 tak akan berpengaruh pada efektivitas vaksin. "Jenisnya hampir identik dan tidak mengubah area di mana sistem kekebalan kita akan mengenalinya. Jadi seharusnya tidak akan berdampak pada vaksin yang sedang dikembangkan,' kata Stroh.
Diketahui sebelumnya, sejumlah peneliti menemukan adanya mutasi virus Covid-19 pada Februari. Mutasi ini muncul di Eropa dan Amerika namun tanpa ada bukti jika virus yang telah bermutasi ini lebih berbahaya dan mematikan, kata Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Selain itu, Direktur Jenderal Kesehatan Malaysia Noor Hisham Abdullah meminta masyarakat untuk lebih meningkatkan kedisiplinan dalam menerapkan protokol Covid-19, setelah ditemukan mutasi D614F pada dua klaster Covid-19 terbaru.
Selain Singapura dan Malaysia, Filipina juga melaporkan mutasi Covid-19 di Metro Manila. “Covid-19 yang bermutasi disebutkan memiliki tingkat penularan yang lebih cepat, namun kami tak memiliki bukti kuat jika itu telah terjadi," kata Sekretaris Kementerian Kesehatan Filipina, Maria Rosario. (Alj)