Pakar Sebut Politik Uang Rawan Saat Masa Tenang Pemilu
Politik uang atau money politic menjadi salah satu kecurangan yang harus diwaspadai dalam masa tenang pemilu, 11 hingga 13 Februari 2024 mendatang. Meski masa kampanye telah berakhir, bukan tidak mungkin para peserta kontestasi politik tetap akan bergerilya mencari suara dengan cara senyap.
Hal ini disampaikan oleh pakar politik Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dr. Moch. Mubarok Muharam. Menurutnya, politik uang sangat rawan terjadi di masa tenang jelang pemilu seperti saat ini.
Mubarok menjelaskan, politik uang dalam masyarakat bisa masuk dari berbagai arah. Politik uang bisa datang dari tokoh masyarakat, RT, RW, tokoh agama atau bahkan Karang Taruna. Sehingga dibutuhkan kewaspadaan dalam masa tenang jelang pemilu ini.
"Kecurangan masih sangat dimungkinkan, terutama money politic. Yang harus diwaspadai adalah keterlibatan ASN di tingkat kelurahan, kecamatan dan desa. Tokoh-tokoh masyarakat juga harus diwaspadai, karena money politic bisa datang dari mana saja," kata Mubarok saat dihubungi, Minggu, 11 Februari 2024.
Antisipasi yang Harus Dilakukan
Pihaknya menyarankan agar Bawaslu lebih bersiap siaga dan menerjunkan Pengawas Tempat Pemungutan Suara (PTPS) di setiap daerah untuk melakukan pengawasan di masyarakat.
"Sehingga ketika ditemukan kecurangan atau gejala ke arah tidak beres (kecurangan) bisa berkoordinasi dengan pengawas TPS dan langsung dilaporkan agar ditindak sesuai aturan yang berlaku," terangnya.
Di sisi lain, Mubarok kembali mengingatkan bahwa praktik politik uang dalam pemilu akan merugikan bangsa di masa depan. Politik uang akan melahirkan politik pragmatis, artinya masyarakat memilih bukan menggunakan hati nurani tetapi hanya beralasan materi.
"Untuk Indonesia praktik seperti sangat berbahaya. Pemimpin yang lahir dari politik uang dikhawatirkan tidak berpihak pada kepentingan rakyat tetapi berusaha memperkaya diri sendiri," imbuhnya.
Sementara itu, bagi peserta pemilu yang terbukti melakukan politik uang dapat dijerat dengan pasal 492 & 523 undang-undang (UU) no 7 tahun 2017 tentang pemilihan umum, sanksi yang didapat jika melanggar saat masa tenang adalah pidana penjara hingga empat tahun dan denda hingga Rp48 juta.
Advertisement