Pakar Sebut Erupsi Gunung Semeru Berskala Kecil
Peristiwa bencana awan panas dan guguran lahar dingin di Gunung Semeru yang terjadi pada Sabtu, 4 Desember 2021, telah memakan puluhan korban jiwa. Namun, jika berdasar pengamatan pakar kebencanaan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya, Prof Amien Widodo, bencana tersebut bukanlah letusan terdahsyat yang bisa terjadi pada Gunung Semeru.
Amien menyebut, tidak ada jejak dan rekam digital dari kondisi Gunung Semeru yang memberikan justifikasi terjadi erupsi besar dan letusan pada Semeru.
Ia menjelaskan, terdapat dua jenis erupsi pada gunung berapi. Erupsi letusan adalah erupsi disertai dengan tekanan tinggi yang membuat material padat terlontar ke angkasa dan biasanya diiringi ledakan yang menyebabkan kerusakan yang lebih luas. Sedangkan erupsi non-letusan biasanya magma akan keluar dalam bentuk lelehan, namun bisa pula meluncur dengan kecepatan tinggi dan juga bisa membahayakan.
“Fakta yang terjadi adalah sebagai gunung berapi aktif, Semeru terus menerus erupsi (non-letusan) dengan skala kecil namun intensitasnya cukup tinggi. Erupsi yang terjadi berhari-hari, mengakibatkan menumpuknya material di sekitar bibir kubah Semeru. Tumpukan material tersebut semakin banyak, dan pada saat terjadi hujan lebat maka beban material tersebut makin berat dan terjadilah longsoran. Longsoran yang meliputi material panas disertai awan panas (wedus gembel) serta lahar dingin itulah yang kemudian meluncur cepat dan mengakibatkan banyak korban berjatuhan,” jelas Amien.
Peta Kawasan Rawan Bencana memang sudah dibuat oleh PVMBG, kata dia, bentuk mitigasi dengan memberi peringatan kepada masyarakat yang bermukim di Kawasan Rawan Bencana (KRB) III, II dan I. Sehingga, ketika ada pengumuman bencana masyarakat sudah mengetahui ke mana arah yang harus ditempuh.
Nyatanya, berdasar informasi yang dia dapat, banyak masyarakat menempati di KRB II dan KRB I dan saat ditanya dan diwawancarai media mereka tidak menyadari akan terjadinya bencana.
“Jadi pada kasus gunung Semeru, tidak ada tanda-tanda akan adanya letusan besar, sehingga masyarakat banyak beraktivitas normal, santai dan sebagian terlena. Erupsi kecil (non-ledakan) adalah hal yang sudah biasa di gunung Semeru. Saat terjadi longsoran yang terjadi tiba-tiba, maka tidak cukup ada waktu bagi mereka yang ada di sekitar puncak Gunung Semeru yang bisa menyelamatkan diri,” pungkasnya.
Advertisement