Pakar Sebut Bayar Parkir QRIS di Surabaya Perlu Dikaji Ulang
Pemerintah Kota Surabaya gencar melakukan sosialisasi terkait penerapan pembayaran parkir non-tunai atau digitalisasi. Namun, rencana ini masih mendapatkan penolakan dari Paguyupan Jukir Surabaya (PJS), banyak dari mereka yang melakukan aksi protes terkait pembayaran dengan QRIS tersebut.
Mengenai hal tersebut, dosen Ilmu Politik FISIP Unair, Siti Aminah merasa kebijakan tersebut harus dikaji ulang oleh Pemkot Surabaya. Menurutnya, revitalisasi sistem pembayaran non tunai tersebut cenderung kompleks dan memerlukan perhatian khusus. Dengan sistem QRIS bukan tak mungkin baginya kebocoran Pendapatan Asli Daerah (PAD) tetap terjadi dengan cara yang lain.
Aminah menilai, upaya yang harus dilakukan pemerintah saat ini adalah mengatasi kebocoran retribusi parkir terhadap jukir liar yang meresahkan publik. Lebih lanjut, Aminah memaparkan metode pembayaran QRIS merupakan upaya pemerintah dalam menertibkan jukir liar serta menjadikan mereka sebagai jasa pelayanan langsung dari pemerintah yang dikelola oleh swasta.
“Di Surabaya, di 1.370 titik parkir di tepi jalan umum, hanya lima titik yang baru diuji coba. Sedangkan, di daerah yang lain itu bisa saja belum terlaksana secara masif. Jika terlaksana dengan baik akan menambah PAD Kota Surabaya,” ujar Aminah.
Selain itu, ungkapnya, sistem pembayaran parkir menggunakan QRIS memiliki tantangan yang beragam. Mulai dari segi infrastruktur teknologi, masyarakat dinilai belum siap beradaptasi dengan financial technology (FinTech).
Pihaknya menilai, sejauh ini edukasi tentang penerapan sistem pembayaran parkir non tunai oleh pemerintah masih kurang, sehingga sarana yang menunjang pembayaran dengan menggunakan metode QRIS belum memadai.
“Siapa yang bertanggung jawab terhadap kesanggupan dan kemampuan sumber daya masyarakat untuk dapat mengakses QR? Pemerintah seharusnya memberikan edukasi terlebih dahulu terkait hal ini,” ungkapnya.
Selain itu, aspek lain seperti mekanisme kontrol QRIS dan standar pelayanan juga patut diperbaiki oleh pemerintah sebelum melakukan revitalisasi sistem pembayaran parkir. Aminah menegaskan, masyarakat berhak mendapatkan kualitas pelayanan yang memadai seperti tanggung jawab kehilangan dari penyelenggara parkir dan harga yang relatif masuk akal.
"Apabila teknis penerapannya mampu memberikan layanan yang nyaman bagi warga Surabaya, maka tidak ada lagi pihak yang merasa dirugikan," tandasnya.
Untuk diketahui, QRIS merupakan alat pembayaran dari QR kode yang terintegrasi langsung dengan sistem pembayaran di Indonesia. Metode pembayaran QRIS dinilai sebagai terobosan yang menyesuaikan perkembangan teknologi untuk mengatasi kebocoran pendapatan asli daerah (PAD) dalam retribusi parkir.
Pemkot Surabaya berencana menerapkan digitalisasi parkir di 1.370 titik parkir pada 1 Februari 2024 mendatang. Terbaru, dua kawasan di Surabaya yakni Taman Bungkul dan Balai Kota sudah tidak menerapkan pembayaran parkir tunai dan dialihkan ke non-tunai.