Pakar Pidana Unair, Hukum Kebiri Harus Dilakukan Sesuai Assesment
Hukum kebiri kembali digaungkan untuk pelaku kekerasan seksual belasan santriwati di Bandung. Sebelumnya hukum kebiri sering menjadi tuntutan masyarakat untuk para pelaku kejahatan seksual.
Menanggapi hukum kebiri di Indonesia, pakar pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair) Amira Paripurna, S.H., LL.M., Ph.D mengungkapkan, ada dua jenis sanksi dalam hukum pidana.
Ia menjelaskan, pertama adalah sanksi pidana yang bersifat reaktif terhadap suatu perbuatan dan diberikan untuk memberikan efek jera pada pelaku. Kedua, sanksi tindakan bersifat antisipatif untuk memberikan pertolongan agar pelaku tindak pidana dapat berubah ke arah yang lebih baik. Dalam hal itu, Amira menyebutkan bahwa kebiri kimia masuk dalam kategori sanksi tindakan.
“Kebiri kimia perlu dilakukan sebagai sarana perbaikan terhadap hawa nafsu seksual pelaku untuk menekan dorongan seksual atau tindak pidana kekerasan seksual terhadap anak,” terangnya.
Tindakan kebiri kimia yang dilakukan dengan cara menyuntikkan suatu obat anti androgen (anti testosterone) kepada pelaku itu dinilai bukan sebagai penyiksaan, melainkan upaya pemulihan gangguan seksual.
Menurut Amira, kebiri kimia memiliki tiga tujuan pemidanaan berdasar perspetif teori gabungan. Tujuan itu di antaranya ialah sebagai pembalasan kepada pelaku akibat dari tindak pidana kekerasan seksual yang dilakukan, sebagai penjeraan, memberikan rasa aman, serta ketertiban dalam masyarakat, serta untuk memulihkan gangguan seksual yang diderita oleh pelaku.
Mengenai aturan hukuman kebiri kimia, Amira mengatakan, kebiri kimia harus didasari assessment medis sebelum hakim menjatuhkan putusan.
"Assessment medis tersebut diharapkan mampu memberikan diagnosa mengenai dapat atau tidaknya seorang pelaku dikenakan tindakan kebiri kimia. Selain itu kebiri kimia harus dilakukan dalam tahap rehabilitasi, bukan setelah pelaku selesai menjalani masa pidana," terangnya.
Amira menyebutkan, bila kebiri kimia dilakukan dalam tahap perawatan medis psikiatri yang sudah melalui assessment medis, maka tindakan tersebut bertujuan sebagai rehabilitasi terhadap diri pelaku dan tidak bertentangan dengan HAM.
Hal itu dikarenakan perawatan psikiatri merupakan tindakan yang dilakukan berdasar aspek kemanusiaan untuk mengobati gangguan seksual yang diderita oleh pelaku.
Lebih lanjut, Amira memaparkan tindakan kebiri kimia bukanlah hukuman yang baru diterapkan di Indonesia. Sanksi kebiri sebagai salah satu bentuk hukuman (punishment) atau tindakan (treatment), menurutnya telah diterapkan oleh beberapa negara termasuk negara-negara Uni Eropa dan Amerika Serikat.
“Berdasar data dari World Rape Statistic atau statistik dunia tentang perkosaan di berbagai negara di dunia, saat ini ada 20 negara yang memberlakukan hukuman kebiri. Jadi, Indonesia bukanlah satu-satunya negara yang menerapkan hukum itu,” katanya.
Terakhir, Amira berharap pelaksanaan sanksi kebiri kimia harus dilaksanakan secara hati-hati berdasar assessment medis agar tujuan rehabilitasi bisa tercapai.
Lebih lanjut, Amira menambahkan, bila kebiri kimia tak dilakukan dengan baik untuk tujuan pemulihan bagi pelaku kejahatan seksual, hukuman itu bisa melenceng. Selain itu pelaksanaan hukuman ini harus benar-benar diperhatikan.
Advertisement