Pakar Unair Belum Temukan Mutasi Covid-19 Inggris di Surabaya
Pakar Mikrobiologi Universitas Airlangga, Prof Nyoman Tri Puspaningsih hingga saat ini belum melakukan penelitian terhadap keberadaan mutasi virus corona atau Covid-19 yang terjadi di Inggris. Pihaknya masih fokus meneliti strain virus D614G, yang juga ditemuka di Eropa pada Maret lalu, dan memiliki daya infeksi lebih tinggi dibanding strain awal dari Wuhan, China.
“Kalau yang mutasi virus Inggris itu belum kami lakukan karena tak bisa diprediksi di mana lokasinya. Sehingga, belum kami temukan mutasi baru. Bisa jadi karena belum ditemukan, ada atau tidaknya (strain virus itu) kami juga belum tahu” ungkap Nyoman kepada Ngopibareng.id, Jumat 1 Januari 2021.
Apabila ingin melakukan penelitian lebih dalam, Nyoman mengatakan, pemerintah hanya perlu memblok daerah yang dicurigai terdapat mutasi virus yang dikenal sebagai B117 itu. Dan mengambil sampel mulai bulan September-Desember.
“Sebenarnya strain baru virus itu sudah ada sejak September, tapi oleh Inggris baru diumumkan baru-baru ini. Jadi kalau meneliti ya blok saja satu daerah diambil sampel pada rentang waktu itu,” kata Nyoman.
Apabila sudah terkumpul, peneliti baru bisa mengurutkan genom (informasi genetik) semua strain virus untuk menentukan urutan DNA genom organisme dengan metode whole genom sequencing.
Di sisi lain, saat ini terus dilakukan penelitian terhadap virus D614G atau strain virus eropa yang sudah menyebar di 91,22 persen wilayah dunia. Penelitian virus ini dilakukan karena virus ini yang pertama ditemukan di Surabaya pada bulan Maret 2020 lalu.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, memang daya infeksi virus ini sangat tinggi, sehingga banyak kasus di Indonesia adalah karena terinfeksi mutasi D614G. Kasus pertama strain ini ditemukan pada bulan Maret sebanyak empat kasus, namun di akhir April 2020 mencapai 150 lebih kasus.
“Memang naiknya signifikan, jadi strain China atau Wuhan sudah turun tapi strain Eropa naik dan mencapai 91,22 persen yang perlu mendapat kewaspadaan bersama. Perubahan virus tersebut membuat dia (virus) lebih mudah menempel pada reseptor,” katanya.