Pakar ITS jelaskan Ancaman Gempa dan Tsunami Dahsyat di Jatim
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) akhir bulan lalu mengumumkan prediksi gempa dan tsunami yang berpotensi terjadi di Jawa Timur.
Menanggapi hal tersebut Amien Widodo, pakar geologi Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) mengatakan, prediksi ini bisa menjadi langkah awal yang tepat. Sebab daerah Jawa Timur terbentuk karena adanya tumbukan lempeng Eurasia dan Indo-Australia, sehingga menjadi suatu keharusan untuk meneliti bab kegempaan di Jawa Timur.
Skenario Terburuk Bencana Jatim
“Pemodelan ini menunjukkan worst scenario kemudian diumumkan, karena dalam lima bulan terakhir diketahui frekuensi gempa yang terjadi di Jawa Timur sangat tinggi,” ungkap dosen Departemen Teknik Geofisika itu.
Menurut Amien, tingginya intensitas terjadinya gempa ini patut dicurigai, belajar dari gempa besar Jogja pada 27 Mei 2005 silam. Sudah sepatutnya, peringatan ini menjadikan masyarakat lebih waspada. Amien menjelaskan, Jawa Timur sendiri disusun dari tumpukan lempeng sekitar 250 sampai 300 kilometer.
Hal itu menunjukkan gempa sangat mungkin terjadi di berbagai titik, di wilayah yang ada di sekitar zona subduksi, yakni zona tempat terjadinya tumbukan itu.
Gempa Tak Merata Justru Mengkhawatirkan
Pengamatan aktivitas gempa juga dilandaskan pada data seismik yang terukur, selain mengacu pada sejarah kegempaan. Meski menurut penelitian aktivitas seismik yang terekam selama ini tidak merata, menurut Amien hal itu yang perlu dijadikan perhatian.
“Jika sewajarnya intensitas gempa di setiap titik zona subduksi adalah sama, tetapi ditemukan zona dengan gap seismic, artinya ada kemungkinan lempengan terkunci dan akan lepas sewaktu-waktu,” paparnya sederhana.
Di Indonesia, zona dengan gap seismic ditandai di sembilan wilayah dari Sabang sampai Merauke. Salah satunya ada di Jawa Timur dekat dengan pulau Bali.
Waspada Dampak Gempa Besar
Jika daerah yang diperkirakan sedang mengalami kuncian antarlempengnya pada akhirnya lepas dan menyebabkan gempa yang besar, dihitung akan ada waktu 20 sampai 25 menit untuk air mencapai daratan. “Belum lagi, jika gempa yang terjadi berkekuatan M 8,7, akan mendorong sesar-sesar di Jawa Timur sehingga tereaktivasi,” imbuhnya.
Sesar yang tereaktivasi akan dapat menyebabkan gempa-gempa lain yang akibat dislokasi. Sedangkan, sesar-sesar tersebut melewati wilayah padat penduduk, seperti Banyuwangi, Probolinggo, Pasuruan, dan Surabaya.
Meski berkekuatan kecil, jika terjadi di daerah perkotaan maka akan sama membahayakannya. Amien menegaskan, gempa sejatinya tidak membunuh, tetapi dapat memicu likuifaksi, amplifikasi, longsor, dan tsunami, serta kerusakan pada infrastruktur.
Kenali Rumus Evakuasi 20-20-20
Menurut sejarahnya, likuifaksi terparah di Jawa Timur pernah terjadi di daerah Lumajang. Maka dari itu, sangat ditekankan oleh Amien, supaya masyarakat kenal dengan macam bencana dan mitigasinya.
Amien menyampaikan, dengan adanya peringatan ini, penting edukasi terkait mitigasi yang dikenal dengan semboyan 20-20-20 dilakukan pada masyarakat. "Hal itu supaya jika terjadi gempa terasa selama 20 detik, tanpa perlu menunggu air surut, segera menuju ke tempat dengan ketinggian minimal 20 meter, karena waktu yang ada hanya sekitar 20 menit," paparnya menjelaskan.