Pakar Islam Australia, Pertegas Sikap Islam Nusantara
“Sebagai realisasi, AII akan melakukan kerja sama dalam program beasiswa untuk belajar di Australia. Dalam pelaksanaan nanti, para santri diseleksi terlebih dahulu dengan mengutamakan kemampuan berbahasa Inggris, selain berpendidikan akhir S-1". Greg Fealy, Ketua Tim Australia-Indonesia Institute.
Greg Fealy, pengamat Islam dari Australia, mengungkapkan, Tim Australia Indonesia Institute (AII) bermaksud mengetahui sikap dan pandangan NU tentang Islam di Indonesia. Juga, pandangan NU terhadap perkembangan Islam di dunia. Mereka terdiri yang dipimpinnya terdiri dari berbagai disiplin ilmu.
“Sebagai realisasi, AII akan melakukan kerja sama dalam program beasiswa untuk belajar di Australia. Dalam pelaksanaan nanti, para santri diseleksi terlebih dahulu dengan mengutamakan kemampuan berbahasa Inggris, selain berpendidikan akhir S-1,” tuturnya.
Hal itu ditegaskannya, dalam pertemuan Australia Indonesia Institute (AII) dengan jajaran Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur, Selasa (8/5/2018). Dimaksudkan guna menjajaki kerja sama terkait perkembangan dunia. Dipimpin langsung Prof Dr Greg Fealy, tim AII diterima KH Safruddin Syarif, Katib Syuriah PWNU Jatim, dan Prof. Akh. Muzakki, Grad. Dip SEA, M.Ag, M.Phil, Ph.D, Sekretaris PWNU Jatim, di kantor PWNU Jatim, di Surabaya.
Ia pun tidak mempersoalkan lulusan pendidikan tinggi dari pesantren. Meskipun tidak lulusan perguruan tinggi negeri, “Bila santri telah lulus dari perguruan tinggi pesantren, Ma’hal Aly, bisa juga diterima”.
Hal itu ditegaskan ketika Kiai Syafruddin menyatakan perlu adanya sikap fair dalam posisi lulusan pendidikan tinggi negeri dan pesantren. Guna menindaklanjuti kerja sama, baik dalam kunjungan maupun pendidikan di Negeri Kanguru tersebut, PWNU memercayakan hal itu pada Prof Akh Muzakki dan Dr. Rubaidi, yang kebetulan kedua pengurus tersebut pernah belajar di negeri tersebut.
Dalam sambutannya, Kiai Syafruddin mengingatkan sikap NU dan ajaran para pendirinya, tetap mengedepankan sikap toleran dan moderat dalam berkehidupan bermasyarakat. “Akan bahaya Wahabisme dan gerakan Salafy, serta kelompok lain yang cenderung radikal, memang pendiri organisasi kami, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari telah mengingatkan bahaya gerakan tersebut di negeri ini,” tutur Kiai Safruddin.
Dalam pertemuan tersebut, disaksikan sejumlah pengurus PWNU lainnya, seperti KH Sholeh Hayat (Wakil Ketua), H Chusnul Yaqin, H. Rasidi, M Koderi (wakil bendahara), Riadi Ngasiran (Pemred Majalah Aula), dan Hambali (LPNU).
Greg Fealy, yang juga penulis buku ”Ijtihad Politik Ulama: Sejarah Nahdlatul Ulama, 1952-1967” juga menanyakan soal gerakan radikal di Indonesia.
Pada kesempatan itu, ditegaskan Kiai Safruddin, gerakan radikal mengatasnamakan Islam sesungguhnya tidak sesuai dengan ajaran yang digariskan Nabi Muhammad SAW. “Islam mengajarkan perdamaian, kerukunan dan menebarkan kebaikan di muka bumi. Jadi, cara dakwah pun dalam Islam tidak dibenarkan bila menggunakan cara-cara kekerasan dan radikalisme,” tuturnya. (adi)