Pakar: Ingin Terhindar dari Omicron, Segera Vaksin
Varian Omicron yang merupakan mutasi COVID-19 telah menyebar di sejumlah negara termasuk Indonesia. Di tengah penyebaran dan mutasi virus yang terus berkembang di dunia, vaksinasi kian penting untuk membentengi diri dari risiko penularan.
Dokter Spesialis Patologi Klinik RS Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, dr. Tonang Dwi Ardyanto SpPK(K), Ph.D, FISQua menjelaskan, virus corona pada dasarnya dapat terus bermutasi karena bersifat labil. Dia menjelaskan, setiap kali membelah diri, ada risiko virus corona akan bermutasi.
Sebagian besar hasil mutasi virus itu tidak berkembang dan mati, sedangkan sebagian lainnya bermutasi namun tidak memberi dampak signifikan. Dari hasil mutasi tersebut, sebagian kecil mampu berkembang dan menjadi varian baru. Mutasi virus yang bertahan dan berkembang inilah yang kemudian menjadi varian dengan kemampuan menginfeksi.
"Sifat-sifat dasarnya masih sama, tetapi ada perubahan, misalnya dalam hal daya infeksiusnya," ujar Tonang.
Tonang menjelaskan, efektivitas vaksin dalam mengurangi risiko sakit berat bila terinfeksi COVID-19 pada masyarakat akan dipengaruhi banyak hal, salah satunya seberapa banyak orang yang sudah memiliki antibodi di sekitarnya. Semakin banyak masyarakat yang sudah memiliki antibodi, lanjutnya, maka vaksin akan semakin efektif.
"Maka efektivitas vaksin antar daerah bisa berbeda. Apalagi antar negara," ujarnya.
Dia menjelaskan, vaksin bekerja pada tubuh dengan memicu antibodi yang spesifik mengikat antigen virus. Pada COVID-19, target utamanya adalah protein S, karena berada paling luar, paling menonjol, dan berfungsi membuka kunci masuk ke dalam sel manusia. Protein S itu dibentuk berdasarkan resep dari gen S yang terdiri dari rangkaian nukleotida panjang. Ada bagian dari gen S yang sudah jelas fungsinya membentuk protein S, tapi ada pula yang belum kita ketahui pasti.
Dia menerangkan, mutasi virus baru bermakna bila mengubah protein S yang seharusnya dihasilkan. Seberapapun mutasinya, bila protein S yang dihasilkan masih tetap teridentifikasi, maka antibodi S masih tetap dapat mengikatnya.
"Semakin banyak perubahannya, semakin sulit dibaca. Semakin banyak lagi mutasi, mungkin masih terbaca, tapi butuh waktu lebih lama. Jadi ada risiko terlewatkan," katanya.
Apakah vaksin masih mampu menghadapi varian Omicron, Tonang menyebut, hal tersebut masih memerlukan waktu untuk dapat dipastikan. Namun, dia menegaskan bahwa setiap orang yang memiliki antibodi dari vaksin tetap jauh lebih terlindungi daripada tidak memiliki antibodi sama sekali atau yang belum vaksin.
"Yang paling penting saat ini adalah secepatnya dan sebanyak-banyaknya memberikan vaksinasi kepada masyarakat agar efektivitas vaksin dapat terus dijaga," ujar Tonang.