Pakar Hukum UB Sebut 4 Kejanggalan Putusan MK Usia Cawapres
Pakar Hukum Universitas Brawijaya (UB), Malang, Jawa Timur, Muchamad Ali Safa’at mengkritisi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait batasan usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres), Senin, 16 Oktober 2023.
Dari berbagai perkara, MK mengabulkan gugatan syarat pendaftaran capres-cawapres berusia minimal 40 tahun, atau berpengalaman sebagai kepala daerah.
Ali menegaskan, putusan yang dikeluarkan ini tidak sesuai dengan konsep awal keberadaan MK, yakni menguji norma yang sudah ada untuk dinilai konstitusional atau inkonstitusional.
“Sedangkan dalam Putusan MK ini mengabulkan permohonan perkara untuk menambahkan norma baru yang sebelumnya tidak ada,” ujarnya, Jumat 20 Oktober 2023.
Kejanggalan yang kedua, lanjut Ali, tidak lepasnya putusan MK ini dari konteks politik yang sedang berlangsung. Ketua MK Anwar Usman adalah adik ipar Presiden Jokowi, notebene paman dari Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka. Ia digadang-gadang jadi cawapres Prabowo Subianto di Pilpres 2024.
“Apabila posisi Ketua MK mempunyai hubungan kekeluargaan dengan presiden, hal itu akan memunculkan persoalan, karena hakim tidak boleh berkaitan dengan perkara yang sedang ditangani,” tandasnya.
Kejanggalan yang ketiga, sebut Ali, adanya perbedaan pendapat dari empat hakim konstitusi dalam perkara ini. Keempat hakim konstitusi yakni Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, dan Wahiduddin Adams menilai MK harus menolak permohonan itu.
Sementara dua hakim konstitusi yaitu Enny Nurbaningsih dan Daniel Yusmic P Foekh memberikan alasan berbeda atau concurring opinion untuk mengabulkan permohonan perkara ini.
“Kalau dari perspektif hukum maka pendapat hakim mayoritas itulah yang harus diikuti,” ujar Ali.
Kejanggalan yang keempat, yaitu tidak regularnya proses pembentukan keputusan yang dilakukan oleh MK mulai dari proses pembentukan putusan, proses persidangan, proses berjalannya perkara, hingga perkara yang sempat dicampur.
Advertisement