KLB Tandingan Demokrat, Pakar: Presiden Harus Pecat Moeldoko
Pakar Hukum Tetanegara Reffly Harun, menegaskan Presiden Joko Widodo harus memecat Moeldoko dari jabatan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP). Moeldoko yang bersedia dipilih menjadi Ketua Umum Partai Demokrat (PD) melalui KLB ilegal di Deli Serdang dinilai telah melakukan perbuatan yang tidak terpuji, melanggar fatsun politik dan demokrasi.
"Moeldoko yang bersedia ditunjuk menjadi Ketua Umum PD oleh peserta KLB membuktikan bahwa Kepala KSP itu ikut mengkudeta PD, yang sebelumnya tuduhan itu tidak diakuinya," kata Reffly ketika dihubungi Ngopibareng.id Sabtu 6 Maret Maret 2021.
Menurut Reffly persoalannya tidak berhenti sampai di situ. Tindakan mantan Panglima TNI tersebut akan menyeret lembaga kepresidenan dan Presiden Jokowi. Meski Presiden Jokowi pernah mengatakan tidak ada urusan dengan PD karena ini persoalan politik dan pribadi Moeldoko, tapi Presiden Jokowi harus ingat Moeldoko adalah anak buahnya sebagai Kepala Kantor Staf Presiden.
Reffly Harun berpandangan, jika Presiden Jokowi mendiamkan tindakan bawahannya yang terang-terangan mengacak-acak rumah tangga internal partai lain, maka hal itu bisa ditafsirkan presiden memberi restu politiknya. “Jika memang presiden berkomitmen pada prinsip dasar demokrasi, presiden harusnya selamatkan Demokrat," kata Reffly.
Ia menilai aksi poltik Moeldoko bisa dianggap sebagai bentuk penyalahgunaan pengaruh dan jaringannya di sekitar kekuasaan. Sebabnya jabatan Moeldoko sebagai Kepala KSP melekat dengan dirinya saat ini, ujar pakar Hukum Tatanegara ini.
Secara terpisah Kepala Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (P2P-LIPI) Firman Noor, mengatakan, manuver yang dilakukan Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Moeldoko untuk menduduki jabatan Ketua Umum Partai Demokrat sudah terbaca sejak awal kekisruhan yang menyeret nama mantan Panglima TNI tersebut.
"Manuvernya ketahuan sekali, kurang cantik Pak Moeldoko mainnya," kata Firman dalam pernyataan tertulisnya.
Firman menilai, tindakan yang dilakukan Moeldoko tersebut sangat tidak etis dalam perpolitikan nasional. Ia mengatakan, kesalahan tersebut tentu tidak hanya dari Moeldoko, tetapi pihak internal partai yang membuka pintu untuk mantan Panglima TNI tersebut.
"Untuk pak Moeldoko jangan begitulah, seharusnya ya tidak memanfaatkan kekisruhan rumah tangga orang, sebetulnya sangat tidak etis begitu," ujar dia.
Firman mengatakan, Moeldoko kali ini tidak menunjukkan sikap kenegarawanannya untuk mendirikan partai politik sendiri guna memperjuangkan visi dan misi. Ia menilai, Moeldoko malah lebih memilih untuk membajak partai politik yang sudah ada.
"Dia (Moeldoko) lebih baik beli jadi atau membajak kalau saya bilang dengan pendekatan yang uang yang bergayung sambut, dengan harus diakui ini kesalahan internal partai demokrat juga," ucapnya.
Di samping itu, Firman merasa heran dengan hasil Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang mayoritas kader memilih dipimpin oleh orang lain ketimbang dipimpin kader partai sendiri.
"Mereka (kader Partai Demokrat) saya lihat mengatasnamakan orang yang senior bekerja keras untuk partai, tapi justru mengusulkan orang yang belum berkeringat sama sekali untuk partai, jadi aneh dan kontradiktif," tutur dia.
Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono ( AHY) menyindir Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat abal-abal versi Kongres Luar Biasa (KLB) ilegal.
Pasalnya, ia melihat bahwa Moeldoko telah mengaku bersedia untuk menerima keputusan hasil KLB yang digelar Jumat, 5 Maret 2021.
"Jadi sekali lagi saya mengatakan bahwa apa yang ia (Moeldoko) sampaikan selama ini, ia pungkiri sendiri melalui kesediaannya menjadi Ketua Umum Partai Demokrat abal-abal versi KLB ilegal," tegas AHY dalam konferensi pers secara daring, Jumat 5 Maret 2021 sore.
KLB yang disebut ilegal tersebut memutuskan bahwa Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat, menggantikan Agus Harimurti Yudoyono (AHY). Sementara, Marzuki Alie ditetapkan sebagai Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.