Pakar Hukum Tata Negara UM Nilai Revisi UU KPK Salahi Prosedur
Pakar Hukum Tata Negara Universitas Negeri Malang, Prof Dr Suko Wiyono menilai, revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) menyalahi prosedur.
"Saya berharap presiden tidak tergesa-gesa mengirim surat untuk pembahasan lanjutan. Sebab, rencana revisi undang-undang tersebut tidak memenuhi prosedur (tata cara) yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan," ujarnya, Selasa, 10 September 2019.
Lanjut Suko, setiap RUU harus masuk prolegnas. Sementara, revisi UU KPK itu tidak masuk dalam prolegnas.
Suko menambahkan, revisi UU KPK itu tidak termasuk dalam Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011.
"Dalam UU tersebut memang disebutkan DPR atau Presiden dapat mengajukan RUU di luar prolegnas, jika ada hal-hal yang luar biasa atau ada hal-hal khusus yang memerlukan segera diatur oleh undang-undang," kata Rektor Universitas Wisnuwardhana (Unidha) Malang.
Misalnya, adanya putusan Mahkamah Konstitusi terkait judicial review terhadap undang-undang yang berdampak kekosongan hukum, maka harus segera direvisi atau dibuat undang-undang baru.
Selain itu, apabila ada perjanjian internasional yang perlu segera diratifikasi, maka revisi undang-undang sangat diperlukan.
"Jadi, keadaan luar biasa ini harus melalui prosedur yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011. Berbeda dengan UU KPK, yang selama ini masih relevan," katanya.
Suko menyarankan, sebaiknya revisi ini diserahkan kepada DPR RI baru. Agar nantinya lebih cermat dan dapat memenuhi prosedur yang diatur dalam undang-undang.
"Bulan Oktober akan dilantik anggota DPR RI yang baru. Jadi serahkan saja pada mereka," katanya.
Advertisement