Pakar Hukum Sebut: Sulit Bagi Sambo Lolos dari Hukuman Mati
Hukuman mati yang dijatuhkan kepada Ferdy Sambo belum final. Pasalnya, mantan Kadiv Propam Mabes Polri itu disebut telah mengajukan banding atas putusan majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Mengenai hal tersebut, Pakar hukum Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Wayan Titib Sulaksana mengatakan, upaya banding yang ditempuh kuasa hukum Ferdy Sambo adalah hak hukum terpidana.
Terdakwa bisa mengajukan banding apabila merasa tidak adil dengan keputusan Majelis Hakim. Hukum memberikan ruang untuk mengajukan banding ke pengadilan tinggi, dengan harapan mendapatkan putusan hukuman yang lebih adil.
"Jadi silahkan saja, Ferdy Sambo mengajukan upaya banding, karena itu hak hukum terdakwa," ujarnya Jumat, 17 Februari kepada Ngopibareng.id.
Lanjut Wayan, dalam upaya banding tersebut apapun bisa terjadi bila didasari argumen yang kritis dan kuat. Semua kemungkinan tersebut tergantung dari majelis hakim dan berkas yang tersaji.
Meski demikian menurutnya, cukup sulit bagi Ferdy Sambo untuk lepas dari hukuman mati atau mandapatkan keringanan hukuman. Bukan tanpa alasan, hal ini lantaran kasus pidana ini sudah menjadi isu nasional.
"Majelis hakim pengadilan tinggi juga tidak berani ambil risiko, karena fakta-fakta di persidangan PN Jakarta Selatan sudah terang benderang. Apalagi juga dibantu terpidana Richard Eliezer sebagai justice colaborator. Ada 240 juta pasang mata melihat, mendengar proses jalannya sidang hingga putusan," terangnya.
Cela Kasus Ferdy Sambo dengan KUHP Baru
Dosen Unair ini berpendapat bahwa Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tidak berlaku pada kasus Ferdy Sambo. Sebab, asas hukum pidana tidak berlaku surut.
"Saya tetap berpendirian bahwa yang berlaku terhadap kasus pembunuhan berencana ini adalah KUHP lama. Karena mulai dari penyelidikan, penyidikan, pra-penuntutan, persidangan sampai putusan menggunakan KUHP lama," papar Wayan.
Ia menjelaskan, dalam hukum pidana lama dikenal azas non retro aktiv, artinya peraturan pidana baru tidak akan berlaku surut. Sehingga KUHP baru tidak bisa berlalu dalam kasus Ferdy Sambo.
"Tempus delictie kasus ini terjadi di tahun 2023, KUHP lama masih berlaku sampai dengan 2025, sedangkan KUHP baru bisa efektif di tahun 2025 mendatang. Sekalipun ada upaya hukum kasasi, MA seharusnya berpegang teguh pada KUHP lama," tandasnya.
Terakhir Wayan menegaskan, KUHP baru bisa diberlakukan untuk kasus pidana di atas tahun 2025 nanti.
Untuk diketahui, KUHP baru digadang-gadang bisa meringankan hukuman mati pada Ferdy Sambo. Sebab, dalam draf KUHP versi tahun 2015 ketentuan pidana mati mendapat masa percobaan selama 10 tahun.
Ketentuan tersebut mengacu pada pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2-3/PUU-V/2007 halaman 430, yaitu pidana mati bukan lagi merupakan pidana pokok, melainkan pidana yang bersifat khusus dan alternatif, sehingga dapat dijatuhkan dengan masa percobaan selama 10 tahun.
Advertisement