Pakar Hukum: Pemkot sudah Taat Aturan Perkara Surat Ijo
Permasalahan Surat Ijo kembali muncul jelang Pilwali Surabaya. Banyak dari warga Surabaya yang rumahnya berstatus Surat Ijo, berharap walikota yang baru bisa menyelesaikan masalah itu. Sehingga status tanah mereka bisa menjadi Surat Hak Milik (SHM).
Dalam 10 tahun kepemimpinan Walikota Surabaya Tri Rismaharini, banyak warga yang menilai bahwa Risma dan anak buahnya di bagian hukum dan tanah, tak becus mengurusi Surat Ijo. Padahal, penuntasan Surat Ijo adalah salah satu janji kampanye Risma pada Pilwali 2015 silam.
Namun, menurut Pakar Hukum Agraria dan Pertanahan Fakultas Hukum Universitas Airlangga (Unair), Agus Sekarmadji, upaya Pemkot Surabaya dalam menyelesaikan permasalahan Izin Pemakaian Tanah (IPT) atau Surat Ijo selama ini sudah tepat.
Tindakan yang dilakukan Pemkot sesuai aturan hukum yang berlaku, khususnya aturan terkait dengan Pengelolaan Barang Milik Daerah. Sebab, tanah IPT itu merupakan aset pemerintah Kota Surabaya sebagaimana yang diatur dalam Undang-undang nomor 16 tahun 1950.
“Tanah IPT itu merupakan aset Pemerintah Kota Surabaya, maka pengelolaannya harus berpedoman kepada Peraturan Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah, seperti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 27 tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah maupun Permendagri Nomor 19 tahun 2016 tentang Pedoman Pengelolaan Barang Milik Daerah, yang mana pada prinsipnya tidak boleh merugikan keuangan negara/daerah,” terang Agus.
Jika ada warga/pihak di Kota Surabaya yang ingin menggunakan atau memanfaatkan tanah aset tersebut, harus ada landasan hukum serta membayar kompensasi maupun retribusi kepada Pemkot Surabaya.
Terlebih ketika ada warga yang ingin memiliki tanah aset tersebut dan menjadikannya hak milik pribadi, maka harus membayar uang ganti rugi dan tidak bisa diserahkan dengan cuma-cuma seperti keinginan warga belakangan.
“Jika tidak membayar uang retribusi atau tidak membayar uang ganti rugi, berarti itu kan merugikan keuangan negara, dan tentu itu menabrak ketentuan dalam pengelolaan barang milik negara/daerah,” kata Agus.
Solusi penyelesaian dari surat ijo yang bisa dilakukan adalah revisi terhadap ketentuan pengelolaan barang milik negara/daerah. Utamanya terkait dengan prinsip undang-undang tersebut, yang menyatakan tidak boleh merugikan keuangan negara/daerah, sebagaimana PP nomor 27 tahun 2014, Permendagri nomor 19 tahun 2016 maupun undang-undang nomor 1 tahun 2004 tentang perbendaharaan negara.
“Sepanjang peraturan itu belum diubah, tentu Pemkot Surabaya tidak bisa melepaskan IPT itu tanpa ganti rugi, karena itu aset negara/daerah. Jika ada pejabat yang berani melepaskan IPT itu tanpa ganti rugi, maka itu melanggar hukum, sehingga memungkinkan aparat penegak hukum untuk turun tangan. Siapapun kepala daerahnya, jika peraturan itu belum diubah, tidak mungkin bisa melakukan pelepasan aset itu dengan gratis atau tanpa ganti rugi,” tegas Agus.
Masih menurut Agus, Pasal 99 PP nomor 27 tahun 2014 diatur terkait Ganti Rugi dan Sanksi, setiap pihak yang mengakibatkan kerugian negara/daerah dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang undangan. Karenanya, Pemkot Surabaya sudah tepat dengan tidak melepaskan aset tersebut secara cuma-cuma, karena memang sanksinya berat.
“Siapa yang berani kalau sanksinya begini? solusinya ya memang pemerintah pusat harus merubah peraturan,” katanya.
Seperti diketahui, Kepala Dinas Pengelolaan Bangunan dan Tanah (DPBT) Kota Surabaya Maria Theresia Ekawati Rahayu memastikan Pemkot Surabaya sudah melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikan permasalah Surat Ijo.
Pada prinsipnya, pemkot berupaya untuk menyelesaikan permasalahan atas tuntutan masyarakat selaku pemegang IPT (surat ijo). Namun, upaya penyelesaian yang dilakukan Pemkot Surabaya ini tidak bisa keluar dari peraturan hukum yang berlaku.
“Terhadap permasalahan izin pemakaian tanah (IPT), Pemkot Surabaya sudah melakukan upaya-upaya dalam rangka penyelesaiannya, baik upaya melalui pengadilan maupun di luar pengadilan. Sebetulnya, pemkot juga ingin membantu masyarakat dalam menyelesaikan IPT ini. Tapi penyelesaian itu tentunya tidak boleh melanggar aturan yang lebih tinggi, supaya tidak menimbulkan permasalahan hukum di kemudian hari,” kata Yayuk, sapaan akrabnya.