Pakar Gugat Klaim Jatim Bebas Zona Merah: Beda dengan Kemenkes
Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa pamer update peta zonasi terkait risiko penyebaran virus corona atau Covid-19 berdasar hasil perhitungan Satgas Percepatan Penanganan Covid-19 Nasional. Dalam updatenya melalui www.covid19.go.id Jatim sudah bebas dari zona merah (risiko tinggi), tersisa 18 daerah zona kuning (risiko rendah) dan 20 zona oranye (risiko sedang).
Menanggapi itu hasil itu, Pakar Epidemologi Universitas Airlangga Dr Windhu Purnomo menyampaikan, bahwa hitungan tersebut sudah tidak digunakan lagi dalam penanganan Covid-19 saat ini.
Indikator Baru Kemenkes
Sesuai teknis dari World Health Organization (WHO) dan sudah diterapkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Republik Indonesia, saat ini status kegawatdaruratan wilayah ditentukan menggunakan level.
Berdasar ketentuan WHO leveling ditentukan berdasar enam indikator. Di antaranya, berdasar indikator laju penularan ada tiga indikator yakni kasus konfirmasi, untuk level 1 kurang dari 20, lalu level 2 20-50 kasus, level 3 jika kasus berjumlah antara 50-150, dan level 4 lebih dari 150 kasus.
Indikator berikutnya adalah tempat tidur perawatan di RS Rujukan level 1 bila yang terpakai adalah 5 tempat tidur, level 2 antara 5 hingga 10 tempat tidur, level 3 antara 10 hingga 30 tempat tidur, dan level 4 lebih dari 30 tempat tidur di RS rujukan Covid-19 terpakai.
Kemudian indikator angka kematian. Level 1 jumlah kematian sebanyak 1, level 2 antara 1 hingga 2 kasus, level 3 antara 2 hingga 5 kasus, dan level 4 lebih dari 5 kasus. Tiga indikator tersebut dihitung berdasar transmisi komunitas per 100 ribu penduduk per minggu.
Kemudian berdasar indikator kapasitas respon terdapat tiga indikator yakni testing-positivity rate memadai jika kurang dari 5 persen, sedang jika 5-15 persen, dan terbatas 15 persen.
Lalu menghitung tracing kontak erat per kasus konfirmasi memadai lebih dari 14, sedang 5-14, dan terbatas kurang dari 5. Juga dihitung berdasar bed occupancy rate (BOR) dinilai memadai jika kurang dari 60 persen, sedang 60-80 persen, dan terbatas lebih dari 80 persen.
9 Daerah Jatim Level 4
“(Hitungan zonasi) Itu sudah tidak dipakai lagi. Sampai pagi ini di dashboard Kemenkes RI, masih ada sembilan kabupaten/kota di Jatim yang level 4 (merah),” ujar Windhu kepada Ngopibareng.id, Rabu 1 September 2021.
Pantauan Ngopibareng pada Rabu 1 September pukul 09.28 WIB, berdasar data melalui dashboard Kemenkes RI terdapat sembilan daerah level 4. Di antaranya, Trenggalek, Ponorogo, Magetan, Kota Mojokerto, Kota Malang, Kota Madiun, Kota Kediri, Kota Blitar, dan Kabupaten Blitar. Selain itu terdapat 23 daerah dalam level 3, dan 6 daerah masuk level 2.
Ia menjelaskan, asesmen situasi yang dilakukan Kemenkes RI lebih seimbang antara kondisi epidemiologi (transmisi komunitas) dengan kapasitas respons. “Jadi jelas lebih fair dan lebih tepat, ini yang sudah lama kami sampaikan (ke Pemprov)," katanya.
Sedangkan, menurut Windhu, 14 indikator Bersatu Lawan Covid (BLC) sangat tidak seimbang, kapasitas respons mempunyai proporsi yang sangat kecil dibandingkan dengan situasi epidemiologi. "Ini membuat pemda banyak mengakali data (menyembunyikan, mencicil, atau enggan melakukan testing yang cukup) agar situasi epidemiologi seakan-akan bagus," lanjutnya.
Ancaman Salah Pakai Data
Namun, bila menggunakan leveling sesuai dengan anjuran kementerian kesehatan, jika pemda hendak memanipulasi data, maka dampaknya akan buruk sebab kapasitas responsnya akan terdampak sehingga levelnya akan tinggi.
Karena itu, ia mengatakan, apabila pemerintah daerah masih menggunakan peta risiko sebagai salah satu acuan kebijakannya, maka hasilnya tidak akan sesuai dengan level risiko sebenarnya. Dampaknya, pada pelonggaran kebijakan termasuk kedisiplinan masyarakat, sedangkan kondisi sebenarnya risiko penularan kasus masih tinggi.
“Jadi kalau ada kabupaten yang sebetulnya masih di level 4 tapi karena pemkab pakai peta BLC yang daerahnya dinyatakan oranye misalnya, kan kebijakan pemkab jadi lebih longgar. Kan berbahaya itu. Mayarakatnya, karena merasa sudah jadi oranye kemudian mereka melonggarkan prokes, padahal masih sangat berisiko tinggi,” pungkasnya.
Advertisement