Pakar Epidomiologi: Sekuensing Jadi Kunci Tracing Strain B117
Varian baru virus corona, yakni Strain B117 sudah masuk ke Indonesia sejak beberapa minggu lalu. Masyarakat pun diharap lebih waspada karena varian baru ini diklaim lebih cepat menyebar.
Menanggapi hal tersebut, pakar Epidemiologi UNAIR Dr. M. Atoillah Isfandiari, dr. M.Kes mengatakan, kasus yang ada di luar negeri Strain B117 tidak meningkatkan severitas atau keparahan yang ditimbulkan. Namun, dari penelitian secara in-vitro didapati potensi peningkatan penularan sebesar 40 hingga 80 persen.
"Upaya antisipasi harus lebih terfokus pada pencegahan potensi peningkatan penularan di hulu, bukan pada antisipasi peningkatan keparahan gejala di hilir atau di rumah sakit," jelasnya.
Gejala yang dilaporkan beberapa pasien dominan demam dan batuk, yang selama ini gejalanya kurang lebih sama dengan penderita virus Covid-19 pada umumnya.
Wakil Dekan II Fakultas Kesehatan Masyarakat UNAIR itu menuturkan, untuk Indonesia sendiri penemuan kasus Strain B117 lebih banyak dikarenakan adanya penelitian laboratorium, di mana pada sampel darah pasien dilakukan sequencing atau pengurutan utas RNA-nya, dan hal tersebut bukan merupakan pemeriksaan rutin.
“Dalam sekuensing, RNA virus di baca semua (whole genome), tidak hanya sekedar mendeteksi positif atau negatif saja,” terang Atoillah Isfandiari.
Baginya, sekuensing menjadi salah satu cara tepat untuk mendeteksi adanya penularan Strain B117 di Indonesia. Hanya saja, dalam upaya testing yang lebih masif tidak semua sampel pasien di Indonesia bisa dilakukan sequencing dan sequencing sendiri membutuhkan biaya yang besar.
Atoillah Isfandiari menuturkan infeksi dari suatu mutasi virus bisa dicegah oleh vaksin yang ada atau tidak tergantung letak dan bentuk mutasinya. Karena pada prinsipnya, mutasi virus tersebut berpengaruh terhadap penyusunan RNA dalam yang nantinya diharapkan akan bisa dikenali oleh antibodi dalam tubuh yang dihasilkan dari vaksinasi tersebut.
“Karena tubuh kita diajari vaksin untuk mengenali utas RNA tertentu dan bila ternyata virus ini (SARS-CoV-) mutasi, selama mutasi itu tidak mengubah utas RNA yang akan dikenali oleh antibodi kita, mutasi apa pun dan di mana pun, tubuh kita akan tetap bisa mengenali dan mencegahnya untuk bereplikasi dalam tubuh kita,” tandas Atoillah Isfandiari.