Testing Kasus Covid-19 Rendah, Pemerintah Bikin Kesal Pakar Unair
Pakar Epidemologi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat (FKM) Universitas Airlangga, Dr Windhu Purnomo benar-benar kesal dengan pemerintah. Ia memaparkan sejumlah hal yang membuatnya kesal. Di antaranya adalah rendahnya tingkat tes PCR yang disebut tak lebih dari 2 persen, sejak awal pandemi menyerang Indonesia.
Menurutnya, penanganan pandemi di Indonesia sangat berbeda dengan negara lain. Seperti China yang menjadi titik awal kasus pertama di Bumi, justru bisa hidup lebih bebas dari protokol kesehatan, hanya dalam waktu empat bulan.
“Saya malas membicarakan kebijakan yang setengah hati. Jadi sudah bisa diduga lah ya. PPKM kan kebijakan yang cuma nama aja pembatasan kegiatan masyarakat. Nama doang, tapi isinya gak ada, efektifitas cuma sedikit,” ungkap Windhu kepada Ngopibareng.id, Minggu 24 Januari 2021.
Menurutnya, PPKM ini berjalan tidak seperti Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilakukan bulan Mei sampai Juni 2020 lalu. PPKM dinilai seperti biasa saja, karena masyarakat masih bergerak bebas dan juga masih banyak yang tidak menerapkan protokol kesehatan juga bebas berkegiatan.
Windhu tak kaget, apabila data menunjukkan kasus yang terjadi sejak awal PPKM tanggal 11 Januari 2021 lalu masih tinggi. Bahkan sempat menyentuh rekor penambahan tertinggi 1.200an kasus per hari.
Ia mengaku, tak bisa dipungkiri memang ada banyak dampak yang muncul. Khususnya yang menjadi perhatian pemerintah selama ini adalah masalah ekonomi. Namun, di dalam teori penanganan pandemi, ekonomi merupakan aspek kesekian.
“Sebenarnya semua ini ada ajarannya, pakemnya kalau menghadapi pandemi harus seperti apa. Misalnya lockdown, kemudian tracing dan testing. Tapi sekarang ini pemerintah komitmennya gak situ (kesehatan masyarakat) tapi ekonomi, sehingga gerak terus.
“Kalau mau kendalikan pandemi semua harus sama-sama gerak ke jalan kesehatan masyarakat. Jadi, ekonomi dan lain-lain itu adalah penunjang, yang utama kesehatan masyarakat. Kalau ngomong seimbang, dalam pandemi gak bisa seimbang, harus memilih sehat atau ekonomi. Kalau gak ya gini terus sampai kapanpun,” imbuhnya.
Ia memaparkan, ada banyak kekurangan dari upaya yang dilakukan oleh pemerintah. Misalnya operasi yustisi yang tidak berjalan rutin. Kalaupun berjalan, upayanya sangat lemah karena masyarakat tetap banyak yang tidak menerapkan protokol kesehatan.
Selain itu, PPKM ini hanya dilaksanakan di Jawa-Bali. Menurutnya, penerapan PPKM seharusnya menyeluruh sehingga penyebaran bisa terhenti di seluruh wilayah. Apalagi, PPKM ini dilakukan tidak tepat sasaran karena beberapa daerah zona merah tidak melakukan PPKM.
Paling parah, bagi Windhu, adalah upaya tracing dan testing yang dilakukan sangat-sangat jauh dibandingkan negara lain. Berdasar data yang ia terima, testing yang dilakukan dari total sekira 270 juta penduduk Indonesia dalam 10 bulan ini hanya sekitar dua persen.
“Testing di Indonesia lemah banget dari 202 negara, kita ini urutan 159, jadi 1 per 4 terburuk. Kita hanya dua persen dari jumlah penduduk. Kita jauh jika dibanding Singapura 99 persen, lalu Amerika 84 persen, Inggris 86 persen. Lalu Brazil dan India yang jumlah penduduknya besar sudah bagus 13 persen. Ibarat gajah, kita cuma liat ekornya aja,” paparnya.
Karena itu, ia meminta apabila pemerintah betul-betul serius menangani pandemi ini, maka harus dilakukan upaya tracing dan testing yang lebih masif. Sehingga, tanpa harus menunggu vaksin yang lama penyebaran Covid-19 bisa ditekan.