Pakai Perhitungan Jawa, Jamaah Aboge Shalat Idul Adha Hari Ini
Kalau sebagian besar kaum muslimin sudah menjalankan shalat Idul Adha, Rabu, 22 Agustus kemarin, beda lagi dengan Jamaah Aboge (Tahun Alip Rebo Wage). Ratusan Jamaah Aboge di sejumlah desa di Kabupaten Probolinggo melakukan shalat Idul Adha, Kamis pagi, 23 Agustus.
Salah satu lokasi yang ditempati shalat Idul Adha, Kamis tadi pagi adalah Musholla Al Barokah di Desa Kecamatan Leces. “Kami menggunakan perhitungan Aboge yang mengacu pada Kalender Jawa, hari ini 10 Dulhijjah sehingga kami menggelar shalat Idull Adha,” ujar Kiai Mariye, sesepuh jamaah Aboge ditemui usai shalat di Mushalla Albarokah, Leces, Kamis pagi.
Soal ada perbedaan dengan kalender pemerintah, Kiai Mariye tidak terlalu mempermasalahkan. “Silakan saja yang ikut pemerintah, kami punya perhitungan sendiri yang kami pedomani turun-temurun,” ujarnya.
Kamis pagi sekitar pukul 06.00 ratusan Jamaah Aboge sudah memenuhi Musholla Al Barokah yang terletak di halaman rumah Kiai Mariye. Mushalla kecil itu hanya bisa menampung jamaah laki-laki. Sedang jamaah perempuan shalat di halaman mushalla dengan cara menggelar tikar.
Kiai Sanusi bertindak sebagai khatib sekaligus imam shalat. Ia berkhutbah sekitar 10 menit dengan menggunakan bahasa Arab.
Usai shalat, mereka menggelar kenduri di dalam mushalla. “Ini kenduri syukuran datangnya Idul Adha,” ujar Antok, jamaah Aboge.
Seperti kaum muslimin lainnya, Jamaah Aboge juga menyembelih hewan kurban. “Tahun ini kami di mushalla ini bisa menyembelih seekor sapi, sumbangan dari Pak Matmuning,” ujar Kiai Mariye.
Kembali ke perhitungan Aboge, Kiai Mariye mengatakan, tahun ini jatuh pada tahun Daltugi (Tahun Dal Saptu Legi). Artinya, tanggal 1 Suro tahun ini bertepatan dengan Saptu Legi. Kemudian perhitungan 1 Dulhijjah menganut pola “Sarpatji” (bulan besar, papat-siji): papat (4) harinya bertepatan dengan Selasa dan siji (1) jatuh pada neptu Legi.
“Karena 1 Dulhijjah itu Selasa Manis (Legi) maka 10 Dulhijjah-nya tepat hari ini, Kamis Kliwon,” ujar Kiai Mariye. Perhitungan dengan metode hisab yang mengacu Kalender Jawa itu dipedomani jamaah Aboge.
Seperti diketahui, jamaah Aboge menggunakan Kalender Jawa peninggalan Sultan Agung (Raja Mataram) dalam penentuan tahun baru (1 Suro), awal puasa, Idul Fitri, dan Idul Adha. Tahun ini (1951) versi Kalender Jawa tahun baru (1 Suro) jatuh pada Daltugi (Tahun Dal Saptu Legi). Patokan 1 Suro ini menjadi acuan untuk menentukan awal bulan pada tahun tersebut.
Untuk menentukan awal Ramadhan, kata Kiai Mariye, berlaku rumus “Don-nem-ro” (Romadhon-enem-loro). Artinya, awal Ramadhan (Don) bertepatan dengan hari ke-enam (nem) dan pasaran ke-dua (ro/loro).
Sesuai Tahun Jawa yang dipedomani Jamaah Aboge, perhitungan tahun berputar selama kurun 8 tahun (windu). Yakni, Alif Rabo Wage (Aboge), disusul Ha’ Akad Pon (Hakadpon), Jim Awal Jumat Pon (Jimatpon), Za’ Selasa Pahing (Zasahing), Dal Saptu Legi (Daltugi), Ba’ Kamis Legi (Bamisgi), Wawu Senin Kliwon (Waninwon), dan Jim Akhir Jumat Wage (Jimatge). Permulaan bulan (tanggal 1) dihitung sesuai patokan kurun waktu 8 tahun itu.
Selain di Leces yang dipimpin Kiai Mariye, masih ada jamaah Aboge lainnya yang dipimpin Kiai Mahfud di Tigasan Kulon, Leces. Juga jamaah Aboge pimpinan Non Ubaidillah, Desa Warujinggo, Leces, Kiai Besti, Desa Leces, dan Kiai Rasuli di Sumbersuko (Kecamatan Dringu).
”Di Probolinggo, Jamaah Aboge merupakan murid-murid Kiai Sepuh Majengan, Kramatagung, Kecamatan Bantaran, Kabupaten Probolinggo. Sementara, Kiai Majengan merupakan murid Kiai Sepuh Prajekan, Situbondo,” ujar Kiai Mariye. (isa)