Pakai Heli Mewah, Ketua KPK akan Diperiksa Dewan Pengawas
Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) berencana memintai keterangan saksi-saksi atas dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Ketua KPK Firli Bahuri saat menggunakan helikopter di Sumatera Selatan, Sabtu 20 Juni lalu.
Anggota Dewas KPK Sjamsuddin Haris saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin, mengatakan pemeriksaan terkait dugaan pelanggaran kode etik itu tidak cukup didasarkan keterangan satu orang saja.
"Dewas masih akan terus kumpulkan bukti dan meminta keterangan saksi-saksi dan pihak-pihak yang mengetahui, mendengar, melihat, dan/atau memiliki info terkait isu tersebut," kata dia.
Untuk diketahui dugaan pelanggaran kode etik yang dilakukan Firli tersebut diadukan oleh Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) ke Dewas KPK pada Rabu 24 Juni.
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku sudah mendapat penjelasan langsung dari Firli soal penggunaan helikopter tersebut yang saat ini menjadi polemik bahkan Dewan Pengawas KPK pun sudah memintai keterangan Firli pada Kamis 25 Juni.
Alex menyatakan Firli menggunakan pesawat dari Palembang ke Baturaja untuk efisiensi waktu.
"Disampaikan saja, kemarin itu memang yang bersangkutan cuti ke Baturaja. Kabarnya kan naik helikopter dan itu memang membayar. Kalau pulang pergi kan lebih sehari, padahal cutinya sehari makanya menyewa helikopter itu, bayar kok dia bilang. Itu yang disampaikan," ungkap Alex.
Aduan MAKI tersebut adalah yang kedua di mana dalam aduan pertama diduga Firli melanggar protokol COVID-19 karena tidak menggunakan masker dan tidak menjaga jarak ketika bertemu puluhan anak-anak di Baturaja, Sumsel.
Adapun inti surat yang dikirim ke Dewas KPK tersebut bahwa pada Sabtu 20 Juni, Firli melakukan perjalanan dari Palembang ke Baturaja untuk kepentingan pribadi keluarga, yakni ziarah ke makam orangtuanya.
Perjalanan tersebut menggunakan sarana helikopter milik perusahaan swasta dengan kode PK-JTO. Hal tersebut, kata Boyamin, bertentangan dengan kode etik pimpinan KPK yang dilarang bergaya hidup mewah.
Dalam Peraturan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2020 tentang Kode Etik dan Pedoman Perilaku Komisi Pemberantasan Korupsi pada bagian integritas poin 27 disebut bahwa seluruh insan KPK tidak menunjukkan gaya hidup hedonisme sebagai bentuk empati kepada masyarakat terutama kepada sesama insan komisi. (ant/asm)
Advertisement