Pak Qomar, Om Ebo, dan Tugas Kehidupan Para Rektor
Pak Qomar, pelawak dan politisi itu berurusan dengan bui. Sedang menjadi pesakitan. Karena terjerat urusan Surat Keterangan Lulus (SKL) palsu dari Universitas Negeri Jakarta.
SKL itu digunakannya sebagai syarat jadi Rektor di Universitas Muhadi Setiabudi, Brebes, Jawa Tengah. “Saya ke sana, diminta bukan melamar, dipinang," ungkap Pak Qomar kepada awak media. Kini dia masih berurusan dengan belitan hukum.
Menjadi rektor, tentu pekerjaan mulia. Mengelola kampus. Melayani publik. Merayakan pendidikan, mengajari kemerdekaan berpikir, juga kebebasan akademik.
Tentu saja, mendidik, bukan melulu urusan institusi akademik. Banyak orang yang juga ingin berbagi ilmu. Juga iseng mengelari dirinya rektor. Juga punya kampus.
Salah satunya Among Kurnia Ebo. Gelarnya juga mentereng. Prov. Among Kurnia Ebo, SPD, MKD, MBU, PhG. Para pengikutnya punya panggilan akrab, Om Ebo. Dia mendaku dirinya juga rektor. Lengkap dengan kampus dan mahasiswanya.
Prov disini merujuk ke frasa provokator. Memang, dia selalu meyakini dirinya provokator bisnis. Ngompori banyak orang untuk mulai bisnis. Punya usaha sendiri.
Gelar yang lain juga akronim dari usahanya. Misalnya PhG yang artinya pengusaha gurame. Dulu dia membuat workshop budi daya ikan gurame bekerja sama dengan petani di Bantul, Jogjakarta seusai gempa.
Sudah lebih dari 30 kota di Indonesia, disambanginya. Ya itu, untuk menyebarkan keyakinan hakiki. Bahwa gampang memulai bisnis hanya bermodal KTP sendiri.
Bahkan, dia juga menyebarkan paham itu ke manca negara. Mimpinya, ngompori para Tenaga Kerja Indonesia (TKI) agar pulang. Mulai bikin usaha di kampung halaman.
Kalau kampusnya? Namanya Klatak University, Kampus Otak Kanan. Lokasinya di Jalan Imogiri, Jogjakarta.
Jangan bayangkan ada bangunan khusus untuk kuliah. Kampus itu mengakuisisi Warung Sate Klatak milik Pak Djito. Interior warung ini penuh dengan banner Om Ebo ini. Yang isinya kegiatan entrepreneurnya.
Waktu kuliah hanya seminggu sekali. Setiap Selasa mulai jam 20.00 malam. Jadi saat tiba waktu kuliah, sebagian kursi warung diduduki mahasiswa yang ingin cari ilmu. Sisanya tetap diisi pembeli biasa.
Kuliah di sini dijamin enak. Pasalnya, sambil kuliah, mereka bisa menyantap sate klatak, tengkleng, nasi goreng, atau olahan menu domba lainnya. Gratis tentu saja. Pak Rektor yang membayar semuanya.
Kuliah akan selesai mengikuti jam tutup Warung Pak Djito. Biasanya melewati tengah malam. Atau menunggu sang rektor dan para mahasiswa itu bubar dengan sendirinya.
Tiap Selasa malam, kadang datang juga dosen terbang. Dari luar kota. Mereka yang telah terjerumus, nekat jadi pengusaha. Lantas diminta berbagi pengalaman bisnisnya.
Selalu ada cerita, jatuh bangunnya berusaha. Saat barang tak laku. Atau uang modal sirna dipinjam teman. Tentu, kalau ada yang sudah mengalaminya, tak perlu menirunya.
Untuk itu, di sinilah pentingnya komunitas ini. Berbagi pengalaman terbaik. Berbagi cara melewati susahnya usaha. Berbagi tips dan trik agar terhindar dari kemelut atau bangkrut.
Berbagi getaran kebaikan. Itu cita-cita Om Ebo. Dia meyakini, setiap kebaikan yang digetarkan, akan kembali kepada si pemberi. Bahkan, jumlahnya tujuh ratus kali.
Di matanya, urusan kesuksesan bisnis hanya tiga. Paham ilmunya, ikut komunitasnya, juga mentor yang setia. Itulah mengapa, dia mendirikan Klatak University ini. Untuk terus memperkuat tiga soko guru keyakinan itu.
Lulusan Klatak University ini juga diberi ijazah. Rektor Among Kurnia Ebo menyebutnya dengan ijabsah. Itu bagi mahasiswa yang sudah punya paspor dan kartu kredit.
Menurutnya, paspor dan kartu kredit adalah kenikmatan dunia yang tiada tara. Kartu kredit adalah pintu modal usaha. Dan paspor adalah kunci berkeliling dunia.
Kartu kredit tentu saja harus digunakan dengan bijak. Hanya untuk modal usaha. Dimana, keuntungan usaha bisa membayar kesepakatan pengembalian ke bank penerbit kartu.
Di benaknya, mencari modal di bank lewat kartu kredit dan bersepakat dengan jumlah pengembaliannya, untuk usaha lebih mulia. Dibanding pinjam teman atau saudara. Karena kalau ada masalah, kebanyakan, ditinggal pergi. Atau ngemplang lari.
Sedangkan untuk urusan piknik, Om Ebo menganggap itu juga ibadah. “Saya baru tahu bahwa traveling itu ternyata perintah Tuhan dalam Al Quran. Ada di Surah al-Mulk 15 dan beberapa ayat lainnya,” ungkapnya sebagaimana dikutip Radar Lamongan.
Sejak tahu ayat itu, Om Ebo semakin gila untuk urusan rekreasi ke luar negeri. Dia memilih backpackeran. Kalau dihitung, dia mengaku, sudah mampir di lebih dari 80 negara. “Lima benua sudah diinjak semua,” katanya.
Oh ya, ada satu kesamaan Pak Qomar dan Om Ebo. Keduanya lucu. Kalau ngomong di depan umum. Mahir berimprovisasi, pintar menarik perhatian, juga cerdas memicu gelak tawa.
Sebenarnya, keduanya juga menekuni tugas kehidupan yang sama. Membahagiakan dan menyenangkan khalayak, serta senang berbagi ilmu pengetahuan. Sayangnya, jalan yang dipilih berbeda.
Ajar Edi, kolumnis ngopibareng.id