Pak Menteri Ingin Nama Kementeriannya Diganti
Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi, Abdul Halim Iskandar ingin mengubah nomenklatur atau penamaan Kementerian Desa PDTT. Hal itu diutarakan saat Rapat Kerja dengan Komite I Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Selasa.
"Saya membayangkan tahun 2034, nomenklatur Kementerian Desa PDTT ini diubah menjadi Kementerian Desa dan Transmigrasi," kata Halim di ruang rapat komite I DPD RI, Senayan, Jakarta.
Halim mengatakan sempat terjadi diskusi di antara para Direktur Jenderal (Dirjen) di Kementerian Desa PDTT soal harapannya tidak ada lagi Nomenklatur Desa Tertinggal di Kementerian Desa dan Transmigrasi.
Kata Halim, respon salah satu Direktur Jenderal (Dirjen) di Kementerian Desa PDTT itu mengatakan tidak mungkin Desa Tertinggal dihapuskan karena selalu ada pemekaran wilayah dan penyebab lainnya yang menyebabkan Desa Tertinggal akan selalu ada di Indonesia.
Halim menjawab, "Oke, tapi kan kecil jumlahnya. Makanya enggak usah dimasukkan dalam nomenklatur."
Sebaiknya, lanjut Halim, makna Desa di dalam nomenklatur didiskusikan jika yang terkecil adalah Desa Tertinggal. Sehingga nomenklatur "daerah tertinggal" bisa dihilangkan.
"Itu proyeksi kami sepuluh sampai lima belas tahun mendatang misalnya 2034, nomenklatur Kemendes PDTT ini hilang. Tinggal Kementerian Desa dan Transmigrasi saja," ujar Halim.
Sebelumnya, Halim diberondong pertanyaan soal desa fiktif dalam rapat kerja dengan anggota Komite I DPD RI, salah satunya dari senator Sulawesi Tengah dan Bengkulu.
Halim mengatakan jika risiko dari Kementerian Desa membuat seakan-akan semua tentang Desa ada di Kementerian Desa. Maka idealnya, kata Halim, seluruh urusan desa ditangani oleh satu Kementerian.
"Supaya total. Yang tanggung jawab jelas, permasalahan-permasalahan yang dihadapi juga jelas. Siapa yang harus selesaikan. Sehingga setiap ada masalah mendesak, satu yang bertanggungjawab," kata Halim.
Halim mengatakan narasi umum Desa Tertinggal seakan-akan pemerintah ingin banyak desa tergantung sehingga tetap mendapat suplai dana desa dan tidak mau berubah.
"Makanya kami antisipasi," kata Halim.
Selain wacana pengubahan nomenklatur itu, pemerintah juga terus mengubah formula pemberian dana desa.
"Untuk 2020 misalnya, formula dana desa 62 persen itu dana alokasi dasar. Semua desa sama. Baru kemudian tiga persen untuk afirmasi. 28 persen itu tergantung jumlah penduduk, angka kemiskinan, luas wilayah, dan indeks kesulitan geografis," kata Halim. (an/ar)
Advertisement