Koleksi Ribuan Prangko, Begini Kisah Filatelis di Pameran CWS
Terhitung sudah sepuluh hari pameran barang antik di void atrium Ciputra World Surabaya berjalan. Antusiasme pengunjung masih terasa menyelimuti atrium yang berukuran seluas lapangan sepak bola itu. Mereka seolah tak kenal lelah berpindah dari satu ke stan lainnya. Dari puluhan lapak di salah satu sudut ada yang menarik perhatian Ngopibareng.id.
Tampak depan berjajar Sampul Hari Pertama (SHP) yang ditata rapi dalam kardus kotak. Terpampang jelas ribuan amplop bertumpuk lengkap dengan prangkonya. Amplop dan prangko ini bergambar wakil beserta presiden pertama Indonesia, Ir Soekarno dan M Hatta. Keduanya tampak gagah dengan wajah tersenyum. Amplop dan prangko tersebut dibungkus rapi berlapiskan plastik lengkap dengan banderol harganya.
Siang itu Hariyanto tampak sibuk. Duduk di kursi kayu, penuh kehati-hatian dia memasukkan satu per satu prangko koleksinya ke dalam mika. Hariyanto yang merupakan seorang filatelis itu tampak tenang.
Pameran Pertama Selama Pandemi
Riuhnya kerumunan tak membuyarkan konsentrasinya. Sambil mempersilahkan duduk, pria berkacama dan bermasker hijau itu membuka percakapan. “Oh iya mbak, nggak papa silakan. Ini saya masih menata beberapa SHP agar rapi,” katanya dengan wajah sumringah.
Dengan penuh keramahan Hariyanto melanjutkan obrolan. Pria berambut ikal itu mengaku bahagia. Bagi dia ini adalah pameran pertama yang dihelat selama pandemi Covid-19. Tak hanya itu, dia bersuka cita lantaran bisa berjumpa berbagai kolektor dari penjuru negeri. Seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Bandung.
Seraya menunjukkan koleksi prangko lawasnya, perbincangan kami beralih ke item yang dia bawa. Rupanya lebih dari lima ribu koleksi SHP yang dipamerkannya. Mulai tahun 1960 hingga yang teranyar 2020.
Prangko dan amplop yang ada di stan Hariyanto ini dijual dengan harga yang cukup ekonomis. Lengkap dengan yang ada capnya khusus pun yang tidak. Paling murah yakni lima ratus perak, dan termahal prangko kedua di Indonesia tahun 1868. Prangko ini telah terpakai dan dibanderol Rp 1,5 juta.
Keseluruhan koleksi ini diburunya sejak dia duduk di bangku kelas enam sekolah dasar (SD). Dengan menyisihkan uang jajannya, hampir setiap hari libur Hariyanto membeli SHP di pusat kota Surabaya.
Ditemani seorang teman laki-lakinya, Hariyanto kecil rela berjalan kaki tiga kilometer jauhnya untuk menuju toko tersebut. “Nama tokonya kalau nggak salah Sari Agung. Itu satu-satunya tempat yang menjual prangko di Surabaya pada tahun 1979-an,” kenangnya.
Korespondensi hingga Eropa
Ketertarikan Hariyanto dalam mengoleksi benda-benda pos ini bermula dari surat menyurat keluarganya. Waktu itu kedua orang tuanya menerima surat dari keluarga mereka yang ada di kampung. Dengan rasa penasaran yang tinggi Hariyanto kecil mulai tertarik dengan motif gambar yang ada di amplop surat. Hal ini didukung warna-warninya yang beragam. Mulai dari hewan, tumbuhan, bunga, hingga budaya asli Indonesia. Bagi Hariyanto gambar tersebut tak hanya elok, tapi juga menarik.
Kebiasaan mengkoleksi amplop dan prangko ini Hariyanto tekuni seiring dia tumbuh. Sedikit demi sedikit Hariyanto menambah jumlah koleksinya. Dia tak segan menghubungi pamannya dan guru sekolah menengah pertamanya untuk menyimpan prangko dan amplop untuknya. Tak sampai di situ, Hariyanto bahkan rela berburu hingga ke luar negeri.
“Saya dapat SHP saat menghadiri pameran di Malaysia, Thailand dan Singapura. Saya juga ngirim surat ke kedutaan besar dan lima belas radio di Jerman, Jepang, Belanda dan Korea. Bisa nunggu sampai dua bulanan untuk bisa dapat prangko itu,” katanya.
Hidup dari Prangko
Di sisi lain, meski hobinya ini awalnya tak didukung keluarga besarnya, Hariyanto tak gentar. Beruntung setelah mengetahui hasilnya, kedua orang tua dan kelima saudaranya yang pernah mencemooh berbalik haluan. Mereka pendukung secara penuh dan tidak meremehkan dia lagi. Pernah sekali waktu dalam sekali jual Hariyanto meraup untung hingga Rp 10 juta.
Hariyanto tetap melakoni jual beli prangko dan amplop yang sudah dia lakoni sejak tahun 1994 hingga sekarang. Jual beli ini dijadikannya sebagai mata pencaharian utama. Selain membuka lapak di kantor pos dan stan di pameran, Hariyanto pun tak mau ketinggalan. Dengan pemanfaatan teknologi sejak tahun 2015, sampul hari pertama koleksinya ini dijual secara online di Facebook pribadinya.
Sementara untuk menjaga keawetan koleksinya itu, seluruh prangko dan amplopnya, dimasukkan ke dalam plastik. Hariyanto lantas menyimpannya di lemari khusus, di mana di dalamnya terdapat gel pengering seperti yang dipakai di sepatu. Dengan gel ini diharapkan koleksinya tetap kering dan tidak lembap. Sehingga tidak ada noda warna cokelat dibalik prangko dan amplop.
“Sebenarnya prangko dan amplop ini nggak cocok kalau di Indonesia karena iklimnya tropis. Kalau dari Eropa kertasnya masih bagus, masih putih. Penyimpanannya bisa di ruang ber AC selama 24 jam, tapi bisa diakali itu,” tutup pria berbaju biru itu.
Bagi penggemar barang-barang pos kuno seperti Hariyanto, tentu bisa berkunjung di pameran barang antik di void atrium Ciputra World Surabaya. Selian melihat-lihat, pengunjung bisa pula membeli barang antik lainnya yang ada sejak tahun 1800-an. Pameran berlangsung hingga 4 April 2021, jadi jangan sampai terlewat ya.