Pajak Sembako, Ini Penjelasan Stafsus Sri Mulyani
Pemerintah berencana untuk mengenakan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kebutuhan pokok atau sembako alias pajak sembako. Wacana tersebut tertuang dalam Draf Revisi Kelima Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Di dalam draf revisi tersebut, sembako tak lagi termasuk dalam obyek yang PPN-nya dikecualikan. Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo pun buka suara terkait hal tersebut.
Melalui akun Twitter-nya, @prastow, ia tak membantah mengenai kemungkinan pemungutan PPN sembako. Namun demikian, ia menegaskan, pemerintah tidak akan membabi buta dalam memungut pajak. Meski di sisi lain, pemerintah pun membutuhkan uang akibat pandemi yang turut memberikan dampak pada pendapatan negara.
"Kembali ke awal, nggak ada yg tak butuh uang, apalagi akibat hantaman pandemi. Tapi dipastikan pemerintah tak akan membabi buta. Konyol kalau pemulihan ekonomi yg diperjuangkan mati2an justru dibunuh sendiri. Mustahil!," jelasnya di Twitter.
Yustinus mengatakan, meski revisi RUU KUP mulai dirancang tahun ini, bukan berarti pemungutan pajak sembako akan dilakukan di tahun yang sama. Di masa pandemi, pajak diarahkan sebagai stimulus. Artinya, penerimaan negara tertekan, di sisi lain belanja negara meningkat tajam.
Untuk itu, secara bersamaan pemerintah pun mendesain kebijakan yang bisa menjamin keberlanjutan di masa yang datang. Penerapan pungutan atas PPN Sembako untuk beberapa barang dan jasa yang sebelumnya dikecualikan pun menunggu ekonomi pulih secara bertahap.
"Di sisi lain pemerintah memperkuat perlindungan sosial. Semakin banyak keluarga mendapatkan bansos dan subsidi diarahkan ke orang. Maka jadi relevan: bandingkan potensi bertambahnya pengeluaran dengan PPN (misal 1 persen atau 5 persen), dengan bansos/subsidi yang diterima rumah tangga," jelas Yustinus.
Di dalam Revisi UU KUHP tersebut dijelaskan, beberapa barang dan jasa yang dihapus dari pengecualian PPN yakni beberapa barang hasil tambang maupun hasil pengeboran yang semula tak dikenai PPN. Namun, hasil tambang itu tak termasuk hasil tambang batu bara.
Kemudian, pemerintah juga menambah obyek jasa baru yang akan dikenai PPN, antara lain jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa pengiriman surat dengan perangko, jasa keuangan, dan jasa asuransi.
Kemudian jasa pendidikan, jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa angkutan udara dalam dan luar negeri, jasa tenaga kerja, jasa telepon umum dengan menggunakan uang logam, serta jasa pengiriman uang dengan wesel pos.
Advertisement