Pahlawan Muslimah Rasuna Said di Google Doodle
Nama Rasuna Said lebih sering disebut jika berkenaan dengan nama jalan di Ibu Kota Jakarta. Bisa jadi tak banyak orang yang tahu bahwa dia dikenang sebagai pahlawan muslimah dalam pergerakan kemerdekaan Indonesia dan emansipasi perempuan.
Hari ini, Google Doodle merayakan hari lahir ke-112 Rasuna Said. Di mesin pencarian Google, terlihat sosok Rasuna Said mengenakan kerudung di depan mikrofon dengan ilustrasi latar belakang perempuan dan kertas berisi tulisan, diduga menjadi simbol ilmu pengetahuan dan pendidikan kaum perempuan.
Profil Rasuna Said
Hajjah Rangkayo Rasuna Said, demikian nama lengkapnya. Perempuan kelahiran 14 September 1910 di Maninjau, Agam, Sumatra Barat ini merupakan putri dari seorang bangsawan bernama Muhammad Said yang merupakan saudagar Minangkabau.
Perempuan yang selalu menggunakan kerudung ini tak hanya berjuang untuk kemerdekaan bangsa Indonesia tetapi juga untuk emansipasi perempuan.
Rasuna Said mendapatkan pendidikan sedari kecil. Ia memang dikenal dengan kecintaannya kepada ilmu pengetahuan. Pendidikan dasar Rasuna dihabiskan di SD Maninjau. Setelah itu ia melanjutkan ke Diniyah School di Padangpanjang. Kecerdasan Rasuna Said sudah bisa terlihat saat ia bersekolah. Ia dipercaya mengajar kelas di bawahnya meskipun ia masih pelajar.
Tak hanya pendidikan umum, Rasuna Said juga menimba ilmu agama di Pesantren Ar Rasyidiyah. Usai menamatkan Diniyah School, Rasuna mengabdi menjadi pengajar di almamaternya. Tak banyak saat itu, Muslimah yang menempuh pendidikan hingga tingkat lanjut. Rasuna ingin memajukan pendidikan bagi perempuan.
Perjuangan Politik
Selain pendidikan, Rasuna Said juga tertarik dengan politik. Ia ingin agar wanita saat itu juga melek politik. Dalam pandangan agama, bangsa, dan politik, Rasuna banyak di pengaruhi gurunya, H Abdul Karim Amrullah, ayahanda Hamka. Hingga akhir perjuangannya landasan berpikirnya selalu menggunakan pemikiran dari Abdul Karim.
Perjuangan politik dimulai Rasuna Said saat beraktivitas di Sarekat Rakyat sebagai sekretaris pada 1926. Kemudian, dia bergabung sebagai anggota di Persatuan Muslim Indonesia. Ia juga ikut mengajar di sekolah-sekolah yang didirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) pada 1930.
Setahun kemudian, Rasuna Said lalu pindah ke Padang. Dia mendirikan Sekolah Thawalib di Padang, dan memimpin Kursus Putri dan Normal Kursus di Bukit Tinggi.
Saat terjun dalam dunia politik, Rasuna Said dikenal dengan kemahirannya berpidato. Isi pidato yang disampaikannya selalu tajam menyangkut penindasan pemerintah Belanda tahun 1932.
Dipenjara
Akibat pidato yang menyinggung Belanda, Rasuna Said akhirnya ditangkap dan dipenjara tahun 1932 di Semarang. Rasuna Said juga tercatat sebagai perempuan pertama yang terkena hukum Speek Delict yaitu hukum kolonial Belanda yang menyatakan bahwa siapa pun dapat dihukum karena berbicara menentang Belanda. Rasuna Said ditangkap bersama teman seperjuangannya Rasimah Ismail.
Selama dua tahun mereka mendekam dipenjara. Rasuna Said bebas di usia 24 tahun. Setelah keluar dari penjara, Rasuna Said meneruskan pendidikannya di Islamic College pimpinan KH Mochtar Jahja dan Dr Kusuma Atmaja.
Pada 1935, Rasuna Said menjadi pemimpin redaksi Majalah Raya. Karena ruang gerak yang dibatasi Belanda, Rasuna Said pindah ke Medan dan mendirikan sekolah pendidikan khusus perempuan, Perguruan Putri.
Dia juga menerbitkan majalah Menara Putri yang membahas seputar pentingnya peran wanita, kesetaraan antara pria, perempuan, dan keislaman.
Pada masa pendudukan Jepang, Rasuna Said ikut serta sebagai pendiri organisasi pemuda Nippon Raya di Padang. Tetapi, kemudian organisasi itu dibubarkan oleh Pemerintah Jepang. Tak berhenti, Rasuna bersama Khatib Sulaiman aktif memperjuangkan dibentuk nya barisan Pembela Tanah Air (Peta).
Laskar inilah yang kelak menjadi cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI) Setelah kemerdekaan Indonesia, Rasuna Said aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia. Rasuna Said duduk dalam Dewan Perwakilan Sumatra mewakili daerah Sumatra Barat.
Anggota Dewan hingga Wafat
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Rasuna Said diangkat sebagai anggota Dewan Per wakilan Rakyat Republik Indonesia Serikat (DPR RIS). Kemudian dia menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung setelah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai akhir hayatnya.
Aktif di dunia politik, Rasuna Said kurang memperhatikan kesehatannya sendiri. Ia baru diketahui mengidap penyakit kanker darah yang sudah parah. Rasuna akhirnya meninggal dunia pada 2 November 1965 pada umur 55 tahun. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Karena perjuangannya untuk kemerdekaan bangsa, Rasuna Said digelari Pahlawan Nasional dengan SK Presiden No 084/TK/Tahun 1974.
Rasuna Said meninggalkan seorang putri yaitu Auda Zaschkya Duski dan enam orang cucu di antaranya Kurnia Tiara Agusta, Anugerah Mutia Rusda, Moh Ibrahim, Moh Yusuf, Rommel Abdillah, dan Natasha Quratul’Ain.