Pahamkan Gagasan soal Peradaban, Diplomasi Kultural NU di Tangan Gus Yahya
WASHINTON DC. Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Yahya Cholil Staquf melakukan lawatan di Amerika Serikat, sejak Senin (16 September 2024).
Rencananya, ia berada di Negeri Paman Sam itu hingga Kamis (19 September 2024. Di sana, ia terjadwal bertemu dengan sejumlah tokoh penting pengambil kebijakan.
Pada Senin (16 September 2024), Gus Yahya diundang berdiskusi dengan para pakar di The Heritage Foundation. The Heritage Foundation merupakan think thank atau salah satu aktor yang berpengaruh dalam proses perumusan kebijakan pada politik Amerika Serikat, khususnya di kalangan Partai Republik.
Di markas organisasi itu, Gus Yahya bertemu dan berdiskusi di antaranya dengan Edwin Fuelner (pendiri The Heritage) dan Jeff Smith (Direktur Pusat Studi Asia di lembaga itu).
Dalam diskusi itu, Gus Yahya memaparkan potensi peran penting Indonesia dan Nahdlatul Ulama (NU) dalam dinamika geopolitik, khususnya di dunia Islam dan di kawasan Indo Pasifik. Para pakar yang hadir terlihat menyimak dengan tekun dan cermat apa yang dipaparkan Gus Yahya mengenai gagasannya terkait peradaban.
Pengembangan Kerja Bareng
Jeff Smith menyatakan komitmennya untuk berusaha mendukung pengembangan kerja sama dengan Indonesia, khususnya NU, dengan cara apa pun di masa depan.
Usai pertemuan selama dua jam lebih itu, Gus Yahya diajak makan siang bersama Peter Berkowitz, mantan Kepala Divisi Perencanaan Kebijakan Kementerian Luar Negeri AS yang memiliki pengaruh dan jaringan luas di lingkaran-lingkaran pembuatan kebijakan di negara Paman Sam itu.
Berkowitz bukan orang asing bagi Gus Yahya mengingat ia pernah terlibat sebagai narasumber dalam Forum R20 yang digelar NU di Bali, November 2022.
Dalam jamuan makan siang itu, Berkowitz memuji inisiatif yang telah digelar NU itu. Menurutnya, forum itu merupakan inisiatif luar biasa penting yang meninggalkan kesan tak terlupakan. Karena kesan itu, ia lantas menyambungkan Gus Yahya dengan simpul-simpul strategis di AS yang diharapkan dapat mendukung dan membantu NU dalam inisiatif-inisiatif internasional lebih lanjut.
Usai jamuan makan siang, Gus Yahya beranjak ke markas The Atlantic Council. Ini adalah sebuah think tank lain dari poros yang berbeda.
Gus Yahya memaparkan pentingnya mendorong integrasi dunia Islam ke dalam sistem global di hadapan sejumlah pakar.
Pertemuan tersebut di antaranya dihadiri Frederick Kempe (Presiden dan CEO The Atlantic Council), William F Wechsler (Direktur Senior The Hariri Center dan Program-program Timur Tengah), Ryan Arant (Direktur The N7 Research Institute —sebuah lembaga penelitian tentang perdamaian di Timur Tengah), dan Mathew Kroenig (Wakil Presiden dan Direktur Senior pada Scowcroft Center for Startegy and Security—sebuah pusat riset dan pengembangan kebijakan di bidang keamanan).
Selain itu, Gus Yahya juga mendorong terwujudnya tatanan internasional yang sungguh-sungguh adil dan harmonis yang ditegakkan di atas prinsip penghormatan terhadap kesetaraan hak dan martabat bagi setiap manusia.
The Atlantic Council menyambut gembira inisiatif-inisiatif yang dilakukan NU. Mereka berkomitmen mendukung dan membantu NU dalam inisiatif-inisiatifnya di arena Internasional.
“Saat ini di Amerika sedikit sekali yang memahami arti penting peran NU dalam dinamika global. Tapi saya sangat paham, paham sepenuhnya,” bisik Fred Kempe kepada Gus Yahya saat perpisahan.
Malam harinya, Johnie Moore, seorang tokoh Evangelis terkemuka, mengatur pertemuan makan malam Gus Yahya bersama sejumlah tokoh kunci dari berbagai kalangan di Amerika. Mulai dari kalangan media, politikus, investor dan pelaku industri, filantropi, dan teknologi. Hadir dalam jamuan makan malam itu di antaranya Michael Abramowitz (Direktur Voice of America) dan John W McArthur (Senior Fellow dan Direktur pada The Center for Sustainable Development at The Brooking institution).
Pada kesempatan itu, Gus Yahya menguraikan gagasan tentang fiqih peradaban dan pentingnya mengukuhkan kembali prinsip-prinsip dasar dalam Piagam PBB.
Menurut Gus Yahya, ini penting demi mencegah berlanjutnya konflik internasional yang cenderung meluas dan berpotensi menyulut perang besar-besaran di masa depan.
Pada Selasa (17 September 2024) siang waktu setempat, Gus Yahya hadir sebagai narasumber pada agenda seminar bertajuk “A Multi-Religious Path Towards Middle East Peace” (Jalan Multi-Agama Menuju Perdamaian Timur Tengah) di The Washington Institute for Near East Policy.
Seminar ini dipandu Robert Satloff, Direktur Eksekutif The Washington Institute. Usai seminar, Gus Yahya akan melakukan pertemuan diplomatik dengan Uzra Zeya, Wakil Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Bidang Keamaan Sipil, Demokrasi dan Hak Asasi Manusia, di Kantor Kementerian Luar Negeri AS, sebelum kemudian langsung bertolak ke New York.
Di kota itu, Gus Yahya telah dijadwalkan menghadiri sejumlah agenda pada Rabu (18 September 2024).
Advertisement