Pabrik Gula Kremboong Sidoarjo sedang Menolak Tua
Sejauh mata memandang di kompleks Pabrik Gula Kremboong Sidoarjo, pandangan mata akan tertuju ke cerobong besar yang masih berdiri dengan lurus. Di bagian "kulit" cerobong terdapat angka bertuliskan 1847 terpampang besar di bagian atasnya.
Angka yang sama juga tertulis jelas di dinding pintu samping menuju areal penggilingan. Sementara ada lonceng kuno berangka tahun 1890 yang masih difungsikan. Di bagian lain juga masih terdapat lokomotif kereta uap yang sudah tidak berfungsi, sebagaimana mesin-mesin raksasa yang sebagian besar memang hendak dipensiunkan.
Pabrik Gula Kremboong Sidoarjo memang menjadi salah satu pabrik gula yang masih bertahan di Sidoarjo. Dahulu, saat zaman kolonial di Sidoarjo ada 16 pabrik gula yang beroperasi di kota ini. Namun akhirnya gulung tikar dan hanya menyisakan lima pabrik gula. Dan sekarang menyusut lagi menjadi tinggal dua pabrik gula yang beroperasi, yaitu Pabrik Gula Kremboong dan Pabrik Gula Candi.
Asal tahu saja, markas Arhanud di Sruni sekarang ini dulunya adalah pabrik gula juga. Pabrik Gula Wonoayu berubah menjadi markas polisi. Begitu pula Pabrik Gula Porong menjadi Pusdik Brimob. Sementara yang lainnya ada yang berubah menjadi puskesmas, kantor Kecamatan dan sebagian lain hancur tanpa jejak.
Bisa dikatakan Pabrik Gula Kremboong menjadi salah satu pabrik gula yang masih tersisa di Sidoarjo yang mempunyai cerita masa lalu. Tak heran jika kemudian ada gagasan untuk menjadikan pabrik gula ini menjadi wisata sejarah. Apalagi sebelumnya beberapa kali turis asal Belanda mengunjungi pabrik gula ini. Mereka ingin mengetahui kehidupa moyang mereka saat tinggal di Indonesia dengan mengelola pabrik gula. Namun sayang, mereka hanya bisa berfoto-foto saja, karena tak ada yang bisa menjelaskan sejarah pabrik gula Kremboong.
Kolumnis Henri Nurcahyo menyebut hakekat wisata sejarah adalah sebuah pariwisata yang mengandalkan muatan sejarah sebagai objek utamanya. Artinya, meski sedemikian unik dan menarik sebuah nampakan fisik misalnya, tidaklah berarti apa-apa manakala tidak memiliki kandungan sejarah sama sekali. Tetapi sebuah artefak yang jelas-jelas mengandung sejarah, kalau tidak diketahui kisahnya, atau sudah diketahui tetapi tidak diceritakan kepada wisatawan, juga tidak berarti apa-apa.
Sisa-sisa peninggalan masa Hindia Belanda di Pabrik Gula Kreembong Sidoarjo memang masih terasa. Misalnya masih terdapat lokomotif kereta uap yang sudah tidak berfungsi, sebagaimana mesin-mesin raksasa yang sebagian besar memang hendak dipensiunkan. Harap maklum, PG ini memang sedang mengalami modernisasi, dengan penggantian sejumlah peralatan kuno dengan yang modern untuk mengejar ketertinggalan produksi.
"Kalau toh PG ini hendak dijadikan objek wisata sejarah, nampaknya menjadi dilematis karena perlahan namun pasti, yang namanya “sejarah” itu hanya tinggal kenangan saja ketika satu demi satu artefak kuno berganti menjadi modern. Paling-paling cerobong raksasa itu saja yang tersisa, serta bekas-bekas mesin besar yang tak lagi terpakai, juga lokomotif uap yang tersimpan di kandang," kata dia lewat blognya.
Dan memang, Pabrik Gula Kremboong Sidoarjo sedang menolak tua. Sejak beberapa tahun yang lalu PT Perkebunan Nusantara X sebagai holding yang menaungi Pabrik Gula Kremboong selalu mendorong mendorong efisiensi pabrik. Salah satunya dengan mengoptimalkan manajemen ampas tebu. Ampas tebu adalah bahan bakar hasil produk samping dalam proses pengolahan tebu menjadi gula. Satu ton tebu bisa menghasilkan sekitar 300 kilogram ampas yang bisa digunakan untuk bahan bakar pabrik.
Dahulu Belanda sudah mendesain semua pabrik gula bisa mandiri dengan ampas tebu sebagai bahan bakar. Namun, dalam perjalanannya, banyak PG di Indonesia yang justru menggunakan bahan bakar fosil yang sangat mahal, sehingga menimbulkan inefisiensi. Karena itulah, sejak empat tahun terakhir, PTPN X merngoptimalkan ampas sehingga penggunaan bahan bakar fosil makin menurun. Bahkan, tahun depan ditargetkan bisa zero BBM untuk pengoperasian pabrik.
Kinerja PG Kremboong yang mempunyai manajemen ampas yang baik. PTPN X telah menginvestasikan dana sekitar Rp 3 miliar untuk PG Kremboong, antara lain untuk mesin press ball dan conveyor radial.
Dengan revitalisasi pada 2013, saat ini kapasitas giling PG Kremboong mencapai 2.700 ton tebu per hari. PG Kremboong bisa menghasilkan 2,8 ton ampas per jam. PG Kremboong menghasilkan 5.103 ton pada 2013. Dengan kelebihan ampas tersebut, PG Kremboong bisa memakainya untuk bahan bakar operasional pabrik pada tahun ini, sehingga tidak membutuhkan BBM.
Bahkan, ampas tersebut bisa dipasok untuk PG lain dan dijual ke pihak lain. Hingga akhir musim giling ini, PG Kremboong menargetkan bisa mendapatkan kelebihan ampas sekitar 8.480 ton yang akan dijual, sehingga bisa mendapatkan keuntungan ekonomis.