P2G Meminta Wapres Gibran Tidak Tergesa-gesa Menghapus Sistem PPDB Zonasi
Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai, sistem Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi tujuan awalnya sangat baik untuk menciptakan pemerataan kualitas dan akses sekolah dan pendidikan, mendekatkan anak dari rumah ke sekolah, dan memberikan affirmative action bagi anak-anak dari keluarga tidak mampu.
Tapi, setelah tujuh tahun berjalan, sistem PPDB Zonasi masih berkutat dengan masalah yang sama, yaitu tidak meratanya sebaran sekolah negeri di wilayah Indonesia.
"Pelaksanaan PPDB di daerah tak didasarkan pada analisis demografis siswa; tak didasarkan analisis geografis akses dari rumah ke sekolah; manipulasi KK demi sekolah favorit; adanya praktik pungli dan intervensi agar diterima di sekolah tertentu; dan belum terciptanya pemerataan kualitas sekolah secara nasional seperti tujuan semula zonasi," beber Ketua Koordinasi Nasional P2G Satria Salim dalam pernyataan tertulis, Jumat 22 November 2024.
Pernyataan Wapres Gibran Rakabuming Raka yang akan menghapus Sistem PPDB Zonasi oleh P2G dinilai tergesa-gesa dan reaksioner. Oleh karenanya, P2G berharap, jangan sampai pemerintah pusat asal menghapus saja.
“jangan tergesa-gesa begitu tanpa ada kajian akademik yang objektif dan tanpa melibatkan partisipasi publik yang bermakna (meaningful participation),” sambung keterangan tersebut.
Sejauh ini, lanjut Satria Salim, P2G tidak melihat Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Muti melakukan kajian dan pelibatan publik dalam diskusi yang mengundang semua unsur pemangku kepentingan pendidikan seperti organisasi pendidikan, organisasi guru, akademisi, kampus LPTK, dan orang tua murid.
Sejauh ini, Abdul Muti mengumpulkan para kepala dinas pendidikan seluruh Indonesia dalam acara Rapat Koordinasi Nasional mengevaluasi kebijakan pendidikan termasuk PPDB Zonasi, tapi publik belum melihat bagaimana hasil rekomendasinya.
“Jangan sampai keputusan mendadak menghapus sistem PPDB Zonasi ini berdampak kontraproduktif kepada siswa dan sistem pendidikan secara umum, yaitu makin tingginya angka putus sekolah, menciptakan kastaisasi sekolah kembali, biaya pendidikan di sekolah swasta makin mahal, dan anak-anak dari keluarga miskin makin tertinggal jauh di belakang,” tutur Satria Salim.
Menurutnya, yang dibutuhkan saat ini adalah evaluasi dan kajian mendalam mengenai sistem PPDB Zonasi. Misalnya, lanjut Satria Salim, jika dilanjutkan perbaikannya di aspek apa saja.
“Jika dihapus, bagaimana sistem penggantinya bagaimana skema masuk sekolah negeri? Bagaimana dampak negatif terhadap pemenuhan hak-hak anak? Dampak terhadap sistem pendidikan nasional?,” tuturnya.
P2G berharap Kemdikdasmen membuat grand design skema PPDB yang lebih berkeadilan, tidak diskriminatif, dan berpihak pada seluruh anak Indonesia.
Belum Ambil Kebijakan
Abdul Mu'ti sejauh ini masih menampung aspirasi dari berbagai pihak tentang kebijakan yang dinilai kontroversi, termasuk kurikulum Merdeka Belajar, sistem PPDB Zonasi maupun pengangkatan kepala sekolah berbasis guru penggerak. "Kami berhati-hati dan tidak buru buru membuat kebijakan baru, dalam menciptakan sekolah yang aman dan nyaman bagi anak didik," tuturnya.
Advertisement