OTT Walikota Bekasi Politis, KPK: Wajar, Anak Bela Orang Tuanya
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tak ambil pusing dengan tuduhan mengincar kuning (identik gambar Partai Golkar), usai penangkapan Walikota Bekasi Rahmat Effendi. Tudingan dari Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Partai Golkar Bekasi, Ade Puspitasari, itu dinilai hanya bentuk pembelaan untuk ayahnya.
"Anak bela orang tua itu biasa, KPK tidak terkejut dan memahami pembelaan putri RE (Rahmat Effendi), termasuk mengaitkan dan menyeret-nyeret persoalan hukum yang sedang KPK jalankan ke ranah politik," kata Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron, Minggu, 8 Januari 2022.
Ghufron menilai tudingan seperti itu wajar tiap operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK. Lembaga Antikorupsi menegaskan penangkapan Rahmat dilakukan bukan didasari unsur politik.
"KPK sekali lagi tegaskan (penangkapan Rahmat) adalah penegak hukum yang bertindak berdasarkan fakta dan dasar hukum," ujar Ghufron.
Ghufron menegaskan KPK memiliki bukti kuat untuk menangkap Rahmat melalui operasi senyap. Dia menegaskan bukti yang dimiliki KPK untuk menangkap Rahmat sesuai aturan yang berlaku.
"KPK dalam kegiatan penangkapan berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan lama sebelumnya. Prosesnya didokumentasikan bukan saja dengan foto bahkan video, sehingga alibi putri RE bisa nanti kami buktikan di persidangan," kata Ghufron.
Sebelumnya, Ketua DPD Partai Golkar Bekasi, Ade Puspitasari, menyebut operasi tangkap tangan (OTT) Rahmat Effendi berbau politis. Dia menilai OTT itu membuktikan 'kuning' sedang jadi target.
"Memang ini 'Kuning' sedang diincar, kita tahu sama tahu siapa yang sikat kuning, tapi nanti di 2024 jika kuning koalisi dengan oranye mati lah yang warna lain," kata Ade dalam cuplikan video yang diunggal Instagram @infobekasi.coo, Sabtu, 8 Januari 2022.
Ade menilai, KPK kurang bukti dalam menangkap Rahmat. Menurut dia, tidak ada transaksi suap saat Rahmat diangkut tim satuan tugas KPK.
Sebanyak 14 orang ditangkap KPK dalam operasi senyap di Bekasi. Sembilan orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka. Lima tersangka diantaranya berstatus sebagai penerima. Yakni, Walikota Bekasi Rahmat Effendi; Sekretaris Dinas Penanaman Modal dan PTSP, M. Buyamin; Lurah Kati Sari, Mulyadi; Camat Jatisampurna, Wahyudin; dan Kepala Dinas Perumahan, Kawasan Permukiman dan Pertahanan Kota Bekasi, Jumhana Lutfi.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sementara itu, empat tersangka pemberi, yakni Direktur PT MAN Energindo, Ali Amril; pihak swasta, Lai Bui Min; Direktur Kota Bintang Rayatri, Suryadi; dan Camat Rawalumbu, Makhfud Saifudin.
Mereka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 dan Pasal 12 huruf f serta Pasal 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.