Otak-atik BPE Menata Pengelolaan Sumur Minyak Tua di Lapangan Ledok, Blora
Rencana Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Kabupaten Blora, PT Blora Patra Energi (BPE), untuk meninggalkan perkumpulan penambang, terus bergulir. Sekarang ini BPE tengah melangkah untuk melakukan penataan dengan membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUB) bagi para penambang.
Hal ini dilakukan, dengan dalil untuk mempercepat penyelesaian kasus yang mencuat tahun 2023 lalu, terkait dugaan adanya pengeboran sumur ilegal di titik sumur LDK 27 lapangan Ledok Kecamatan Sambong.
Menurut Direktur Utama PT BPE, Giri Nurbaskoro, langkah tersebut diklaim tepat sebagai upaya menyelesaikan kasus tersebut. “KUB ini, supaya kelompok penambang punya legalitas. Ini paling memungkinkan dilakukan,” jelasnya.
Disamping itu BPE bisa berkerja sama secara langsung dengan para kelompok penamban tanpa melalui, Perkumpulan Penambang Sumur Timba Ledok (PPMSTL). “BPE bisa kerja sama secara langung dengan kelompok sumuran,” ungkap Giri.
Sekarang ini, BPE tengah melakukan pendataan ulang dan verifikasi penambang yang ada di Ledok, dimulai pada Senin 10 Februari 2025 di gedung serba guna milik Pertamina EP Field Cepu yang dihadiri 26 ketua kelompok penambang. Targetnya minggu ini bisa selesai. “Data penambang itu, sebagai sarat tambahan dari Pertamina dan SKK Migas,” ujarnya.
Mengingat, izin pengelolaan sumur minyak tua dari Pertamina yang dipegang BPE akan habis pada 25 Februari 2025. Pun demikian kerja sama BPE dengan PMSTL juga akan berakhir. Sehingga harus melakukan perpanjangan izin.
BPE mencatat, terdapat 130an kelompok penambang yang sekarang ini mengusahakan Sumur Minyak Tua Ledok. Pendataan dilakukan meliputi, nama ketua, titik sumur dan anggota. “Nantinya satu titik sumur dikelola satu KUBE dengan jumlah anggota 10 orang,” jelasnya.
Hanya Sebagian Kecil Dukung Skenario BPE
Menjelang berakhirnya kerja sama antara PPMSTL dengan PT BPE, ternyata muncul silang pendapat di lingkungan penambang miyak sumur tua di lapangan Ledok Kecamatan Sambong.
Sebagian kelompok mendukung rencana BPE untuk melakukan kerja sama langsung dengan penambang dan memutus kerja sama dengan PPMSTL, sebagian lain tetap bertahan berkerja sama dengan PPMSTL.
Sementara itu, dari dari data yang dihimpun, ada sejumlah rencana yang akan dilakukan antara sebagian penambang dengan pihak BPE. Diantaranya, akan memutus kontrak dengan Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Timba Ledok (PPMSTL) yang dinilai kurang menguntungkan.
Selanjutnya, penambang akan kontrak langsung dengan perusahaan BUMD itu dengan persentase dari 77% naik 3% menjadi 80%. Kesepakatan ini akan dilakukan sambil berjalan.
Diketahui, ada sisa 20% yang akan dikelola BPE bersama para ketua penambang. Dengan pembangian, 10% untuk pendapatan perusahaan sebagai pemegang izin pengelolaan.
Sementara, 10% dikelola bersama antara PT BPE dengan para ketua kelompok penambang. Dana ini, rencananya bakal digunakan untuk kebutuhan BPJS Tenaga Kerja, HSE, CSR , atensi dari bawah sampai pusat dan lain-lain. Harapannya, dikelola dengan transparan.
Selanjutnya, akan ada penambahan petugas checker dari PT BPE. Sebab, petugas lama dianggap sebagai orang dekat dengan PPMSTL.
Kemudian, pembayaran ongkos angkat angkut atau disebut penambang sebagai gaji, akan langsung diberikan BPE kepada penambang. Pun demikian, BUMD Blora itu akan berperan aktif ke lapangan.
Pada catatan rencana tersebut, tertulis, ada amanah dari Polda Jawa Tengah supaya perusahaan tersebut putus kerja sama dengan PPMSTL.
Dikonfirmasi, Direktur Utama BPE, Giri Nurbaskoro, tidak menampik terkait sejumlah wacana tersebut yang telah disampaikan kepada sebagian penambang.
Dijelaskannya, bahwa pemutusan hubungan kerja sama dengan PPMSTL tersebut bukan amanah dari Polda Jawa Tengah. "Kalau untuk amanah atau tidak, kita berdiskusi dengan Polda, opsi-opsi yang disampaikan sudah kita jalankan sudah cukup atau belum nunggu dari Polda,” kata Giri.
Yang jelas, lanjut dia, kasus di titik sumur LDK 27 bisa segera selesai dan kontrak yang baru dengan Pertamina EP segera didapatkan. "Kita diminta untuk melakukan perbaikan supaya tidak terjadi lagi kasus-kasus serupa. Ya, kalau di Ledok kasus ilegal drilling," katanya.
Giri Nurbaskoro juga menyinggung mengenai peningkatan kesejahteraan penambang dan kenaikan pendapatan BPE. Dirinya menyampaikan bahwa pihaknya akan berupaya menaikkan kesejahteraan penambang jika memang memungkinkan.
Ada sisa 20% dari ongkos angkat angkut setelah dikurangi bagian penambang sebesar 80%, akan ada pegelolaan terpisah. BPE yang awalnya hanya mendapat 6% menjadi 10%. “Kalau yang 10% lagi yang masih belum tahu kebutuhannya, dan akan kita bicarakan, " ujarnya.
Giri Nurbaskoro menambahkan bahwa pihaknya telah melakukan pertemuan dengan beberapa penambang untuk membahas hal ini. "Ya itu dulu awal-awal sempat kita ketemuan. Tapi bukan ke semua penambang. Hanya sebagian," pungkasnya.
Saat dikonfirmasi terkait adanya beberapa rencana tersebut, Ketua PPMSTL Daryanto, mengatakan, bawa itu bukan merupalan kesepakatan antara pemegang kontrak kerja sama yaitu antara BPE dengan PPMSTL.
“Jadi itu kesepakatan internal diantara beberapa pihak saja. Dan itu belum bisa untuk dipertanggungjawabkan,” ujar Daryanto, terpisah.
Pihaknya, tidak mau gegabah dengan wacana tersebut. “Alangkah lebih baik, bisa duduk bersama untuk membahasnya. Jangan sampai ada kegaduhan, yang akhirnya berdampak pada kegiatan di lapangan,” kata Daryanto.
Pro Kontra Pemutusan Kerja Sama PT BPE dengan PPMSTL, Ada Upaya Membentuk Paguyuban Baru
Terjadi pro kontra di lingkungan penambang minyak sumur tua Ledok, terkait rencana penghentian kerja sama antara PT BPE dengan PPMSTL, setelah izin kelola dari Pertamina EP dilakukan perpanjangan.
Sebagian kelompok penambang setuju, bahkan mendukung, supaya BPE memutus hubungan kerja sama dengan PPMSTL. Alasannya, sebagian penambang merasa tidak nyaman apabila masih dibawah naungan PPMSTL.
Gayung bersambut, BPE sendiri juga merasa masih kurang menguntungkan apabila kerja sama tersebut terus dilanjutkan. Sahingga, BUMD tersebut getol berupaya menata kembali kelompok penambang di kawasan sumur minyak tua Ledok.
Pada Selasa 28 Januari 2025 lalu, sejumlah ketua kelompok penambang dikumpulkan di gedung serba guna milik Pertamina EP Field Cepu, untuk berdiskusi langsung dengan Komisaris PT BPE, Seno Margo Utomo.
Dalam Diskusi tersebut, seorang penambang Suntoro menyebut, kerja sama pengusahaan sumur minyak tua dengan melibatkan PPMSTL membuat penambang tidak nyaman. Karena dianggap tidak transparan dalam penentuan harga. Terutama penerimaan ongkos angkat angkut minyak dari sumur tua, harus melalui PPMSTL.
Suntoro menganggap, meskipun itu berbentuk perkumpulan, namun PPMSTL itu seperti milik pribadi. “Penambang tidak nyaman. Harga tidak transparan, BPJS Ketenagakerjaan tidak ada,” katanya.
Ditengarai ada permainan dalam penentuan ongkos angkat angkut tersebut. Dia pun ingin kontrak kerja sama langsung satu pintu dengan PT BPE. Sehingga, lebih transparan. Keuntungan penambang pun lebih besar. Pihaknya menuntut dikembalikannya marwah penambang agar bisa sejahtera.
Penambang lainnya, Suwoyo, menyampaikan, sejauh ini pihaknya menerima ongkos angkat angkut sebesar 77% dari hasil penambangan. Kemudian 17 persen PPMSTL, dan 6 persen PT BPE.
Pihaknya mengusulkan, untuk sharing bagi penambang naik jadi 80%. Namun tidak untuk menjadi pihak ketiga yang mendapatkan keuntungan layaknya makelar. Kemudian, mendapatkan BPJS baik penambang aktif maupun pasif. “Sisanya baru PT BPE,” jelasnya.
Pihaknya juga meminta agar PPMSTL dibubarkan, lalu dibentuk paguyuban sosial. Tujuannya untuk mengelola CSR penambang.
Sementara itu, kubu lain, merasa nyaman dengan kerja sama dengan PPMST. Selama ini, hak BPJS Ketenagakerjaan maupun BPJS Kesehatan selalu terpenuhi. Harga juga sudah transparan. Sesuai dengan perhitungan dari PT BPE.
“Intinya kami ingin tetap bekerja sama dengan PPMSTL,” kata, salah satu Ketua Kelompok Penambang, Suprihantono, Selasa 11 Februari 2025.
Suprihantono melihat, adanya pengaruh pihak luar yang sengaja membuat kondisi keruh diantara penambang. Untuk di lapangan, kata dia, sebenarnya baik-baik saja.
“Dari kubu pendukung BPE, tidak senang dengan ketua yang lama (sekarang sudah meninggal), masih terbawa hingga saat ini. Ada ambisi dari mereka untuk di berada di depan, dikuatkan dengan dukungan dari pihak luar,” ungkapnya.
Secara keseluruhan, lanjut dia, penambang bersama PPMSTL bekerja sesuai dengan aturan. Kesejahteraan penambang juga terjamin.
BPJS Kesehatan maupun Ketenagakerjaan juga berjalan. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dalam bekerja, perhatian sosial lingkungan, bantuan pendidikan juga berjalan.
“Takutnya, jika langsung dipegang BPE bersama kubu pendukungnya, kesejahteraan penambang hilang, sosial dan lainnya,” kata dia.
Terpisah, Kepala Desa Ledok, Sri Lestari, menyampaikan banyak bantuan yang diberikan oleh Perkumpulan Penambang Minyak Sumur Tua Ledok (PPMSTL) untuk masyarakat desa.
Bantuan tersebut mencakup berbagai bidang, mulai dari pendidikan, sosial, hingga infrastruktur.
Di bidang pendidikan, kata Sri Lestari, PPMSTL memberikan bantuan operasional setiap bulan untuk PAUD, TK, dan Madrasah.
Lebih lanjut dia menyampaikan, dalam bidang pendidikan ini, mereka telah membiayai kuliah tiga anak hingga selesai meraih gelar sarjana.
Selain itu, mereka juga memberikan santunan bulanan secara bergantian kepada warga yang tidak mampu.
Bantuan diberikan dalam bentuk sembako untuk warga tidak mampu, lansia, dan janda. PPMSTL juga memberikan bantuan kepada warga yang sakit, tanpa memandang apakah mereka anggota penambang atau bukan.
“Bukan hanya itu, PPMSTL juga memberikan honor untuk pembersih makam di dua makam desa,” kata dia.
Tak kalah penting, menurut Sri Lestari, PPMSTL juga berperan dalam pembangunan infrastruktur di desa. Mereka membiayai proyek-proyek yang belum mendapatkan alokasi dana dari Dana Desa (DD) atau pemerintah. "Banyak sekali bantuan dari PPMSTL," ujarnya.
Advertisement