Ortu Lebih Sreg Anaknya PTM dengan Prokes Ketat Dibanding Daring
Kabar soal Pemerintah Kota Surabaya bakal menerapkan kebijakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) untuk siswa SD dan SMP membuat Eni M. Raya sedikit gembira. Pasalnya selama menjalani sekolah daring di rumah, Eni mengaku agak kerepotan. Kerepotan yang dia maksud adalah dia menjadi tak bisa memastikan anaknya benar-benar menjalani sekolah daring.
Anaknya Eni, sebut saja Sabrina sudah mulai beranjak remaja. Maklum Sabrina kelas 2 SMP. Dia sudah mengenal sekolah media sosial. Apalagi ditambah dengan game online. Setiap hari Sabrina selalu memegang handphone selama masa pandemi.
"Kadang saya tak tahu, dia pegang handphone di jam belajar itu, ikut sekolah daring atau sekedar main game," kata Eni.
Kekhawatiran Eni soal gelagat anaknya yang mencurigakan ini benar menjadi kenyataan. Dia mendapatkan laporan dari sekolah jika Sabrina selama beberapa hari tak pernah mengikuti sekolah daring.
"Ketakutan saya menjadi kenyataan. Ternyata anak pegang handphone bukan untuk sekolah daring melainkan untuk main game," kata orang tua tunggal ini.
Dia pun mengaku menyambut baik jika Pemerintah Kota Surabaya akan menjalankan sekolah luring atau sering disebut Pertemuan Tatap Muka untuk siswa SD sampai SMP.
"Meski agak merepotkan karena harus antar jemput anak, tapi saya lebih suka jika sekolah dilaksanakan secara luring. Karena sekolah menjadi lebih terkontrol," kata Eni.
Soal ketakutan akan tertular virus COVID-19, Eni pun menyebut jika tetap taat protokol kesehatan bisa memperkecil peluang penularan. "Apalagi anak saya sudah vaksin lengkap. Sehingga pertahanannya bisa berlapis," katanya.
Hal senada juga dikatakan oleh Erlin Mediani. Ibu dengan satu orang anak perempuan kelas IV SD ini mengaku lebih senang anaknya menjalani sekolah tatap muka dibandingkan sekolah daring. Pasalnya, sekolah daring dianggap merepotkan. Apalagi dia dan suaminya mengaku gagap teknologi.
"Yang merepotkan itu saat Microsoft Teams macet. Terpaksa harus minta bantuan orang lain untuk membetulkan," ujarnya.
Dia pun merasa tak terlalu khawatir jika anaknya bakal tertular COVID-19. Dia percaya jika pihak sekolah dan Pemerintah Kota Surabaya akan melaksanakan protokol kesehatan yan ketat dan selalu melakukan evaluasi atas pelaksanaan PTM.
Walikota Surabaya Eri Cahyadi sebelumnya meminta semua sekolah di Surabaya, baik Sekolah Dasar (SD) maupun Sekolah Menengah Pertama (SMP) untuk menggelar pembelajaran tatap muka (PTM). Tapi dia mensyaratkan pelaksanaan sekolah tatap muka ini harus dijalankan dengan protokol kesehatan (prokes) yang ketat. Makanya, ia menegaskan bahwa setiap sekolah yang akan melakukan PTM itu harus mendapatkan asesmen dari Satgas Covid-19 Surabaya.
“Jadi, saya inginnya semua sekolah di Surabaya dibuka, mulai dari SD-SMP saya ingin tatap muka (PTM). Tapi harus menjalankan asesmennya dulu, kalau lulus asesmen baru dibuka. Tapi kalau belum lulus asesmen, berarti sekolah itu belum siap melaksanakan PTM,” kata Walikota Eri.
Eri menyebut boleh atau tidak boleh dibukanya sekolah itu bukan karena Pemkot Surabaya melarang. Akan tetapi, pemkot berusaha memastikan bahwa pihak sekolah sudah menjalankan asesmen dan mendapat persetujuan dari orang tua atau wali murid terlebih dahulu, sebelum melaksanakan PTM.
“Anak-anak yang ikut PTM harus melalui persetujuan orang tuanya, meskipun sedikit yang masuk harus tetap digelar PTM,” tegasnya.
Walikota Eri juga menjelaskan bahwa setelah dinyatakan lulus asesmen, maka masing-masing sekolah harus melakukan simulasi. Setelah simulasi dinilai berhasil, maka sekolah itu diperbolehkan untuk buka dan melaksanakan PTM.
“Maka dari itu, mulai saat ini kita belajar menerapkan prokes. Insya Allah, saya pastikan lagi harus ada izin dari orang tuanya. Kalau saya bilang hari ini buka, ya harusnya hari ini sudah bisa buka, masio (meskipun) siswanya 5 sampai 10 orang, ya kita buka. Kalau kita yakin melakukan ini (PTM), yang lainnya saya yakin akan ikut. Kalau nggak ada yang yakin, kapan mulainya? Bismillah saja,” kata dia.
Selain itu, ia juga menekankan pentingnya peran kepala sekolah serta guru dalam menjaga dan mengawasi prokes para siswa-siswinya saat di sekolah. Dia juga mengingatkan, agar para wali murid turut andil dalam mengawasi anak-anaknya setelah mengikuti PTM di sekolah.
“Karena untuk menjaga ini (prokes) tidak bisa sendiri. Saya nyuwun tulung (minta tolong) pengertiannya. Kenapa? Nanti muncul anggapan ada klaster sekolah, padahal anaknya sendiri kalau main keluar rumah tidak menggunakan masker. Nanti kalau kena Covid-19, bilangnya gara-gara di sekolah. Kan nggak fair juga,” tuturnya.
Mantan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan (Bappeko) Kota Surabaya yang akrab disapa Cak Eri itu berharap, sebelum sekolah dibuka, ia meminta warga Kota Surabaya bisa mengedukasi diri sendiri soal pentingnya menjaga prokes. Bukan itu saja, ia juga ingin para wali murid, kepala sekolah dan guru SD – SMP se-Surabaya, turut serta mengedukasi anak-anaknya sebelum mengikuti PTM di sekolah.
“Bahkan, saya mengedukasi diri saya sendiri. Ayo, seluruh warga Surabaya mengedukasi dirinya sendiri, semua orang tua, guru, kepala sekolah dan semuanya mengedukasi. Ayo kita jalan bareng, tidak bisa saling menyalahkan dalam hal ini (menerapkan prokes). Insyallah bisa,” katanya.
Ketua Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Surabaya Dra.Agnes Warsiati.Msi mendukung pelaksanaan PTM 100 persen nantinya.
Menurutnya, yang terpenting dari penerapan PTM 100 persen ialah penerapan protokol kesehatan dan izin dari orang tua.
"Kita tidak usah takut untuk melaksanakan PTM 100 persen yang penting protokol kesehatan harus dijaga, karena kalau tidak sekolah anak-anak di rumah pun jalan-jalan tidak pakai masker," kata Agnes ditemui di kantor PGRI Surabaya, Jalan Musi 16 A, Rabu, 24 November 2021.
Ia juga berpesan kepada orang tua agar tidak perlu takut memberi izin PTM pada siswa dan percaya pada pihak sekolah dalam pelaksanaan PTM. Sebab, sekolah yang melaksanakan PTM sudah menjalani assessment sebelumnya dari Dinas Pendidikan.
"Guru sudah divaksin, sebelum mengajar kami juga diswab. Sekolah juga sudah mengantongi surat dari Bakesbang Linmas dan Kemendikbud bahwa sekolah layak untuk melaksanakan PTM," jelasnya.
Untuk saat ini, ujar Agnes, penerapan PTM masih dilakukan bertahap sembari menunggu PTM 100 persen benar-benar bisa dilaksanakan.