Organisasi Paling Demokratis, Hyung Jun Kim: Ya, Muhammadiyah
Hyung Jun Kim, negara Indonesia perlu belajar pada Muhammadiyah. Menurut Guru Besar Antropologi Kangwon Nation University Korea Selatan, selain sistem organisasinya yang rapi dan tertib, Muhammadiyah adalah organisasi yang paling demokratis.
“Sebagai organisasi keagamaan Muhammadiyah menjalankan praktik demokrasi yang baik, bahkan paling baik dan sudah diterapkan sehari-hari. Hal ini bisa di lihat dari bagaimana Muhammadiyah mampu menerima pendapat dari unsur pimpinan melalui musyawarahnya,” papar Kim, dalam keterangan diterima ngopibareng.id, Kamis 1 Agustus 2019.
Hal lain kenapa Muhammadiyah sangat demokratis, kata Kim, adalah adanya egalitarianisme yang tumbuh dan mengakar di Muhammadiyah.
“Inilah yang saya cermati sistem kolegial di Muhammadiyah sangat menonjol. Hampir semua keputusan harus melalui musyawarah pimpinan yang mana sistem ini sudah mengakar di Persyarikatan Muhammadiyah,” kata Kim, yang sebelumnya tampil vdi Aula Gedoeng Muhammadiyah pada Diskusi Majelis Reboan, belum lama ini.
Dalam diskusi yang bertemakan “Langgam Kepemimpinan Muhammadiyah”, Hyung Jun Kim juga memaparkan mengenai bergesernya kepemimpinan Muhammadiyah semula yang masih menganut darah biru namun setelah tahun 1950-an sudah tidak berlaku lagi.
“Sebagai organisasi keagamaan Muhammadiyah menjalankan praktik demokrasi yang baik, bahkan paling baik dan sudah diterapkan sehari-hari. Hal ini bisa di lihat dari bagaimana Muhammadiyah mampu menerima pendapat dari unsur pimpinan melalui musyawarahnya,” papar Kim.
“Perubahan besar telah terjadi di Muhammadiyah setidaknya sebelum tahun 1950, Muhammadiyah dimana saat itu ketua dan pimpinan banyak di dominasi kalangan sekitar KH Ahmad Dahlan atau Kauman. Namun setelah 1950-an dominasi itu tidak terlihat lagi.
"Selain itu, kepemimpinan Muhammadiyah juga beralih dari dahulu yang berada dikalangan kiai, kini beralih ke kalangan intelektual,” papar Kim.
Lebih jauh Hyung Kim mengatakan, pimpinan-pimpinan Muhammadiyah sangat sulit sekali membuat faksi, kelompok-kelompok ekslusif, atau fraksi-fraksi yang dipusatkan salah satu pimpinan.
Menurutnya, faktor-faktor yang mendorong adanya faksi atau kelompok-kelompok itu karena danya unsur ikatan darah dan tempat kelahiran, ikatan guru-murid, dosen-mahasiswa (kiai-santri), ikatan ideology (tafsir baru), sumber materil dan non material.
“Tetapi semua unsur itu sangat sulit jika dilakukan di Muhammadiyah. Makanya pemimpin di Muhamamdiyah tidak ada yang membuat faksi-faksi atau kelompok sekalipun ia pernah menjadi ketua,” kata Kim.
Dari sistem organsisasi yang demokratis itu, Hyung Kim meyakini Muhammadiyah akan melakukan perubahan besar sebagaimana gerakannya “tajdid” untuk dapat menangkal kolusi, korupsi dan politik uang di Indonesia dengan sistem yang sudah dibangun satu abad lebih. (mdo)