Orang yang Mudah Marah, Anjing dan Keledai
Lazim perseteruan digambarkan dengan anjing dan kucing, atau kucing dan tikus. Hal itu untuk menggambarkan sifat orang-orang yang mudah marah.
Dalam kisah para sufi, terdapat kisah-kisah terkait amarah. Memang, kehidupan para sufi adalah membersihkan korak-korak hitam dalam hati. Dalam pengertian, membersihkan hati agar bisa berdekat-dekat dengan Sang Khaliq.
Mari kita perhatikan kisah-kisah sufi berikut, sebagai bagian dari pelajaran, seraya berhumor sufi.
1. Orang yang mudah marah
Setelah bertahun-tahun lamanya, seorang yang sangat mudah naik darah menyadari bahwa ia sering mendapat kesulitan karena sifatnya itu.
Suatu hari, ia mendengar tentang seorang darwis yang berpengetahuan dalam; ia pun menemuinya untuk meminta nasihat.
Darwis itu berkata, "Pergilah ke sebuah persimpangan jalan. Di sana, kau akan menemukan sebatang pohon mati. Berdirilah di bawahnya dan berikan air kepada setiap pejalan yang lewat di tempat itu."
Lelaki itu berbuat seperti yang diperintahkan. Hari-hari berlalu, dan ia pun mulai dikenal sebagai seorang yang mengikuti latihan tertentu perihal kemurahan hati dan pengendalian diri, di bawah bimbingan seseorang yang berpengetahuan sejati.
Pada suatu hari, ada seorang lelaki berjalan tergesa-gesa; ia membuang muka ketika ditawari air, dan terus bergegas melanjutkan perjalanannya. Orang yang mudah marah itu memanggilnya berulang kali: "Kembali kau, balas salamku! Minum air ini, yang kusediakan untuk para musafir!"
Tetapi tak ada jawaban.
Tidak tahan menerima perlakuan tersebut, orang yang pemarah itu lupa akan latihannya. Ia meraih senjatanya, yang dicantelkannya di pohon mati itu; dengan sigap dibidiknya musafir yang tak peduli itu, dan ditembaknya. Musafir itu pun seketika tersungkur mati.
Tepat pada saat peluru menembus tubuh orang itu, pohon mati tersebut, secara ajaib, penuh dengan mekar bunga.
Orang yang terbunuh itu seorang pembunuh, yang sedang dalam perjalanan untuk melakukan kejahatan terburuk sepanjang hidupnya.
Seperti Saudara lihat, ada dua jenis penasihat. Jenis yang pertama adalah penasihat yang secara mekanis memberitahu apa yang harus dilakukan menurut prinsip-prinsip baku tertentu. Jenis yang kedua adalah Manusia Pengetahuan. Barangsiapa bertemu dengan Manusia Pengetahuan, ia akan menanyakan nasihat moral kepadanya, dan menganggapnya sebagai moralis. Tetapi yang dijunjungnya adalah Kebenaran, bukan harapan-harapan saleh.
Guru Darwis yang digambarkan dalam kisah ini konon adalah Najmudin Kubra, salah seorang ulama Sufi yang terbesar. Ia mendirikan Kubrawi (Persaudaraan yang Lebih Agung) yang sangat mirip dengan serikat yang belakangan didirikan oleh Santo Fransiskus Assisi. Seperti juga Santo Fransiskus Assisi, Najmudin dikenal memiliki kekuasaan gaib atas binatang.
Najmudin termasuk di antara enam ratus ribu orang yang tewas ketika Khawarizmi di Asia Tengah dihancurkan pada tahun 1221. Konon, Jengiz Khan, Penguasa Mongol, karena mengetahui reputasinya, menawarkan kebebasan jika ia mau menyerahkan diri. Tetapi, Najmudin memilih berada di antara para pembela kota itu. Ia kemudian termasuk di antara korban yang tewas.
Karena telah mengetahui akan datangnya malapetaka itu, Najmudin mengungsikan semua muridnya ke tempat aman beberapa saat sebelum bala tentara Mongol menyerbu.
2. Anjing dan Keledai
Suatu hari, seorang lelaki yang telah menemukan cara memahami arti suara-suara binatang, sedang berjalan menyusuri jalan desa.
Di tengah jalan, ia melihat seekor keledai, yang baru saja meringkik, dan di sebelahnya ada seekor anjing yang menyalak keras-keras.
Ketika ia mendekat, ia bisa menangkap arti sahut-sahutan suara tersebut.
"Huh, dari tadi kau bicara terus tentang rumput dan padang rumput, sedangkan aku hanya ingin dengar tentang kelinci dan tulang, bosan ah!" kata anjing itu.
Lelaki itu tak tahan tidak berkomentar. "Tetapi yang utama adalah kegunaan jerami, seperti juga, fungsi daging." sergahnya.
Kedua binatang itu menoleh kepadanya sejenak. Anjing itu menyalak sengit sehingga suara orang itu pun tak kedengaran dan keledai menyepak sekerasnya dengan kaki belakangnya hingga orang itu jatuh terjerembab.
Kemudian, mereka kembali cekcok.
Kisah ini, yang menyerupai salah satu kisah Rumi, adalah fabel dari koleksi terkenal milik Majnun Qalandar, yang mengembara selama empat puluh tahun pada abad ketiga belas, menceritakan kisah teladan di pasar-pasar. Beberapa orang mengatakan bahwa ia benar-benar gila (sesuai dengan arti namanya); yang lain beranggapan bahwa ia termasuk salah seorang di antara 'Yang Berubah' --yang menyebarkan pemahaman tentang hubungan antara segala sesuatu yang oleh orang biasa dianggap terpisah.
Sumber:
Harta Karun dari Timur Tengah - Kisah Bijak Para Sufi.
Advertisement