Orang Saleh itu Mendamaikan, Bukan Provokasi
Sikap orang-orang Muslim, orang-orang saleh, orang-orang betakwa, kaum arifin adalah; “Ishlah dzatal bain watta’amim ‘an ‘uyubinnas wasatriha”.
Akhlak mereka itu suka mendamaikan antara kaum Muslimin satau sama lain. Itu kerjaan mereka orang-orang saleh sebelum kita, tidak ada yang lain; mendamaikan orang yang berselisih, bukan memprovokasi! Bikin ribut dan rusuh, bukan itu. Tidak peduli siapapun yang ada di hadapannya, mau penguasa, pemimpin, pejabat, orang tukang maksiat, Muslim ataupun kafir, tugasnya kaum shalihin dari dulu hingga sekarang itu mendamaikan setiap pihak.
Saya mau bertanya, terlepas dari ini semua, kita ini enaknya hidup damai atau hidup ribut!? (Hanya) orang gila yang lebih memilih hidup ribut dan rusuh dibanding hidup damai. Agama apa itu yang mengajak orang hidup ribut dibanding hidup damai? Agama yang macam bagaimana? Wallahi, hanya orang yang tidak punya akal yang menganut agama macam begini. Agama aneh yang lebih memilih keributan dan kerusuhan dibanding kedamaian. Dari mana itu? heran kita.
Kita kalau lihat orang-orang tua kita dari dulu sampai sekarang, al-Habib Ali bin Muhammad al-Habsyi kalau kita baca sejarah hidupnya, al-Habib Ahmad bin Hasan Alattas kalau kita baca sejarah hidupnya, al-Habib Abdullah bin Husain bin Thahir kalau kita baca sejarah hidupnya.
Siapa lagi yang mau kita sebutkan? Lima puluh (50) dari orang-orang pemimpin para wali di setiap jaman, mau 100 atau 200 dari kaum Alawiyyin saya bisa sebutin satu persatu, tidak ada seorangpun dari mereka melainkan kesibukan mereka mendamaikan tiap orang/pihak yang berselisih.
"Terkadang mereka keluarkan dari kantong pribadi mereka Milyaran hanya untuk mendamaikan dua orang. Mereka hanya mengharapkan ridha Allah Swt. Tidak ada yang lain-lain, tidak ada yang namanya provokasi dan kerusuhan. Wallahi mereka korbankan segalanya untuk mendamaikan. Cari! Cari dari aslaf (para ulama pendahulu) kita sampai atas yang (kerjaannya) lain dari ini, tidak ada!"
Makanya kalau di Hadhramaut itu ada yang namanya ‘Munshib’, pemimpin/kepala suku dari suatu qabilah dari kaum Alawiyyin. Ada munshib Alattas (pemimpin dari keluarga Alattas), pemimpin keluarga Bin Syaikh Abubakar, pemimpin keluarga al-Habsyi. Tahu tidak tugas mereka itu apa? Mereka sebagai pemimpin dari keluarga besar tersebut, mereka dengan keluarga besarnya itu mendamaikan ummat, mendamaikan penguasa, mendamaikan para pejabat, tidak memihak kepada siapapun, mereka hanya mendamaikan.
Terkadang mereka keluarkan dari kantong pribadi mereka Milyaran hanya untuk mendamaikan dua orang. Mereka hanya mengharapkan ridha Allah Swt. Tidak ada yang lain-lain, tidak ada yang namanya provokasi dan kerusuhan. Wallahi mereka korbankan segalanya untuk mendamaikan. Cari! Cari dari aslaf (para ulama pendahulu) kita sampai atas yang (kerjaannya) lain dari ini, tidak ada!
Kecuali, datang setelah mereka kaum yang bernisbah kepada mereka, tidak tahu mengikuti jalan yang mana. Menyimpang dari ajaran Allah tapi mengatasnamakan ajaran Allah. Makanya kita bingung.
Para pendakwah kita di sini, Habib Ali Kwitang, Habib Salim Jindan, Habib Ali bin Husein Alattas, siapa lagi sebut semua nama-namanya, para Wali Songo, adanya mereka hanya mendamaikan.
Habib Utsman Bin Yahya Mufti Betawi yang kita semuanya bangga dengannya, lihat bagaimana mendamaikan bahkan antara pribumi dengan penjajah Belanda demi untuk mencari kedamaian dan ketentraman. Dia korbankan nama besar dan nama baiknya, mau dibilangin antek Belanda atau antek apa tidak urusan. Yang penting inilah ajaran Allah, membawa kedamaian dan mencari ketentraman, jangan sampai darah ditumpahkan.
Habib Utsman Bin Yahya dibilang antek penjajah, bagian dari Belanda, padahal dia sebagai mufti di jaman penjajahan Belanda. Tapi inilah ajaran mereka, yang mereka cari Allah. Inilah yang kita warisi dari orang-orang tua kita, ishlah dzatal bain, mendamaikan orang. Jangan kita bikin ribut, rusuh dan memperkeruh permasalahan.
“Wha dia orang dzalim!”Tidak ada orang yang sempurna. Tarik mereka dari kedzaliman. Bimbing mereka ke jalan Allah dengan penuh kasih sayang. Ini jalan yang ditempuh orang-orang tua kita. Tidak ada lagi jalan lain. Imam al-Haddad mengatakan: “Tidak ada jalan setelah jalannya para nabi, para sahabat Nabi, keluarga Nabi, melainkan kesesatan. Terserah mau mengikuti yang mana.” (mmoderat)