Orang Ribut Melulu Soal Plastik, di Nganjuk Plastik Jadi Wayang
Orang ribut melulu soal plastik. Plastik disalahkan. Lalu dihujat. Orang sak dunia pun menjadi sangat ”ember” soal plastik. Temanya pun menjadi seksi. Memenuhi panel-panel, seminar-seminar tingkat dunia.
Plastik makin jadi pating pecotot. Sebenarnya kan gampang saja, sak dunia melarang pemakaian plastik. Plastik dilarang! No plastik! Atau, kalau mau pakai simbol agama yang paling keras, misalnya: haram pakai plastik! Selesai. Plastik bisa dikubur.
Tetapi tidak demikian jadinya. Plastik diteriakkan kuat-kuat sementara pabriknya masih berdentum keras. Cerobongnya makin kuat menyemburkan pekatnya asap ke udara. Bijih plastik juga makin gencar ditambang. Tak pelak ranah publik makin banjir segala macam produk diversifikasi plastik.
Terbaru, orang ribut masalah sedotan minuman dari plastik. Penelitiannya bahkan dipublis ke seluruh dunia. Indonesia tak terkecuali. Dari rangkaian publish itu malah ada yang minta membayangkan: bagaimana kalau seluruh limbah sedotan plastik itu disambung. Dirangkai-rangkai. Jawabnya adalah spektakuler. Apa itu? Bisa melingkari 3X bumi yang bulat ini.
Wih,sebuah publikasi yang mencengangkan sekaligus mengerikan. Orang pun ribut lagi. Plastik makin menjadi seksi bukan main. Plastik menjadi bukan main-main. Siapa pun memperbincangkan. Makin ember-lah jadinya.
Biarlah mereka baribut. Nun di wilayah Nganjuk, Jawa Timur, seorang bernama Suwandi tak mau terseret dalam wilayah pusaran itu. Dia malah punya imajinasi lain. Plastik dia jadikan wayang. Plastik digeret ke ranah tradisi dan budaya. Siapa tahu dengan itu plastik tak hanya menjadi ember.
Rupanya upaya ini cukup membawa hasil. Malah boleh dikata berhasil. Menjadi kreasi tersendiri yang layak dipresiasi.
Adalah Suwandi, 50 tahun. Dia menjadikan plastik sebagai bahan berbagai wayang. Sepintas lalu produk yang dihasilkan Suwandi yang warga Desa Tiripan, Kecamatan Berbek, Kabupaten Nganjuk itu mirip dengan wayang kulit. Ukuran bahkan sunggingannya tidaklah berbeda. Namun, kalau diamati dari dekat barulah ketahuan bahwa wayang made in Suwandi ini adalah wayang plastik.
Kata Suwandi, selain mengurangi emisi plastik, dia juga bisa berfungsi sebagai barang hias untuk hiasan dinding. Tak hanya jadi hiasan produk wayang plastik asal Nganjuk ini juga dapat dipentaskan laiknya wayang purwa lainnya. Sebab Suwandi juga memasang penjepit yang dapat ditancapkan di pohon pisang sebagaimana pergelaran wayang kulit dilakukan.
Sejauh ini, menurut Suwandi, wayang plastik itu telah diperkenalkan kepada masyarakat di wilayah Kabupaten Nganjuk. Dipamerkan juga ke berbagai kota. Tetapi memang harus digencarkan publikasinya agar lebih dikenal masyarakat lebih luas.
Ikhwal Suwandi dengan kegiatannya memproduksi wayang plastik ini lebih karena baku mudah didapatkan. Lebih murah pula dibandingkan bahan baku kulit kambing atau lembu.
Setelah jadi produk harga jual wayang plastik juga jauh lebih murah. Hanya Rp150.000 per karakter tokoh. Coba dibandingkan produk wayang kulit yang mencapai Rp550.000 – Rp700.000 per karakter tokoh wayang. Harga lebih terjangkau bukan?
“Mengawali bikin wayang kulit berbahan baku plastik ini sejak 2010 lalu. Sederhanya lebih didasari karena plastik lebih murah dan mudah didapatkan. Baik yang bekas maupun yang bukan bekas,” kata dia.
Plastik yang digunakan harus yang cukup tebal. Di toko plastik harga bisa dibeli Rp40.000/meter. Bisa berupa lembaran-lembaran. Per lembar plastik bisa menghasilkan sebuah wayang berukuran besar , atau empat karakter wayang ukuran kecil.
Bahan dari plastik, sebelum dikerjakan, dipola dulu sesuai bentuk wayang tertentu. Semisal Arjuna, Semar, Gareng, Durna, Anoman atau lainnya. Pola kemudian digunting dan dilukis dengan cat minyak.
Pembuatan satu karakter wayang plastik dapat dirampungkan sehari. Ini berbeda dengan wayang kulit. Satu karakter tokoh bisa berhari-hari.
Berapa wayang plastik yang bisa dijual dalam sebulan?
Suwandi enggan menyebutkan. Tetapi yang jelas pembuatan wayang plastik belum menjadi andalan pendapatan bagi Suwandi.
Suwandi jebolan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (FMIPA ITS). Dia berharap agar masyarakat luas terutama kalangan muda kembali menggemari pergelaran wayang.
Dalam perjalanan membuat terobosan dengan bahan plastik itu, Suwandi kini dibantui dua anak didik SD. Mereka juga diajari mendalang. Saat-saat latihan iringan musik gamelan sudah direkam dalam bentuk digital. Sedangkan tempo pergelarannya hanya tiga jam dan belum sampai semalam suntuk.
Saat ditonton pertunjukannya dari balik layar dengan lampu blencong, wayang plastik bisa kelihatan warnanya. Ini cukup berbeda dengan wayang kulit. Jadi daripada melulu ember dengan plastik, koleksi saja keunikan wayang plastik ini atau simak sedikit pertunjukannya. idi