Orang Berpengetahuan dan Tak Berpengetahuan, Ini Beda Prinsipnya
Orang-orang yang berilmu, di mata Allah Ta'ala, akan ditingkatkan derajatnya. Terutama mereka yang berilmu dan memberi manfaat bagi kehidupan dan kemanusiaan.
Lalu bagaimana sesungguhnya perbedaan antara orang berpengatahuan dan tak berpengetahuan? KH Husein Muhammad memberikan penjelasan berikut.
Ibnu Sayyid al-Bathalyusi (w. 1127 M) menulis cerdas dan kritis :
أخو العلم حيٌّ خالدٌ بعد موته
وأوصاله تحت التراب رميم
وذو الجهل ميت وهو ماشٍ على الثرى
يظن من الأحياء وهو عديم
Orang berilmu, hidup abadi,
meski tulang belulangnya
Tlah berkalang tanah
dan hancur lebur
Orang bodoh bagai wujud barang yang mati
meski dia berjalan-jalan di atas tanah,
Dia mengira dirinya hidup
padahal dia tidak ada.
Ulama Perempuan Tunis yang Menjomblo
KHADIJAH BINT SUHNUN (wafat 885 M)
Ia adalah perempuan ulama. Sampai akhir hayatnya ia memilih tidak menikah. Nama lengkapnya Khadijah bint al-Imam Abd al-Salam Suhnun bin Sa’id al-Tanukhi. Lahir di Qairawan, Tunisia, tahun 160 H. Al-Imam al-Qadhi ‘Iyadh (w. 1149 M), penulis kitab “al-Syifa”, menulis dalam bukunya yang lain “Tartib al-Muluk wa Tartib al-Masalik fi Ma’rifah A’lam Madzhab Malik” : “Khadijah bint Suhnun adalah perempuan ulama, cendikia, cerdas dan pribadi yang indah. Pengetahuan agamanya sangat luas, bahkan mengungguli kebanyakan ulama laki-laki. Ia memberi fatwa keagamaan dan melakukan advokasi-advokasi social-kemanusiaan”.
Ayahnya, Imam Suhnun, adalah ahli hukum Islam dalam mazhab Maliki. Dialah penyusun kitab “Al-Mudawwanah”, sebuah ensiklopedi fiqh mazhab Maliki. Di bawah pendidikan dan asuhan sang ayah, Khadijah, bukan hanya memeroleh pengetahuan keagamaan yang luas melainkan juga kepribadian yang luhur : rendah hati, santun, pemurah dan religious. Popularitasnya sebagai ulama perempuan sangat menonjol. Sahnun juga seorang hakim pengadilan. Ia selalu meminta pertimbangan dan pendapat putrinya yang cerdas itu, sebelum ia mengetukkan palu di pengadilan.
Khadijah wafat tahun 270 H/885 M dan dikebumikan di Qairawan, di samping ayah yang dicintai dan mencintainya.
Khadijah tidak menikah
Tidak ada penjelasan dari dirinya sendiri, mengapa ia tidak menikah sepanjang hidupnya. Seperti pada umumnya tokoh besar yang memilih tidak menikah, ia tampaknya lebih terpikat pada kerja-kerja intelektual, menyebarkan ilmu pengetahuan dan melakukan advokasi-advokasi kemanusiaan. Seorang pengagum Khadijah, Ala Ghaul, menulis puisi dan memposting di Facebooknya, pada hari Senin, 27-07-1403 H. Saya mengutipkan sebagian dari puisi itu di sini:
هذي أنا و يَقولُ عاشقُكِ الكثيرَ فما تَرَيْنَ يقولُ قد:
مَاتَتْ بَتُّولاً لم تُرِدْ زوجاً و عَاشتْ كَيْ تقومَ عَلَى رِعايةِ دِينِهَا و تَمَسَّكَتْ بِعَفَافِهَا وَ نَقَاءِ صُورَتِهَا
وَ هَذا مَا رَوَاهُ الكاتبون و من تناقلَ ما لديها من خصالٍ لم تكنْ موجودةً في كلِّ نسوانِ المدينةِ
يَأْتِيهَا النِّساءُ لِكَي تَرَى فِي أَمْرِهِنَّ وَ لَمْ تخيِّبْ ظنَّ مَنْ سَارُوا إِلَيْهَا
كَيْ تُشِيرِ بِرَأْيِهَا فِي مُعَضَّلاَتٍ حلُّها كم غيرَ الأوضاعَ في تلكَ المدينةِ
يا خديجةُ أنتِ فَضَّلْتِ الحياةَ على الزَّوَاجِ وَ فيكِ أوصافُ النساءِ العابداتِ
و فيكِ سِحرُ القيروانِ و سَاحِلُ الْبَحرِ الجميلِ
دُفِنَتْ بجانبِ أهلِها و يَزُورُها مَنْ كَانَ يَعْرِفُ سِيرةَ الطُّهْرِ الَّتي مَاتَتْ عَلَيهَا
Ini, aku yang bicara
Betapa banyak laki-laki merinduimu, tetapi kau acuh saja
dia yang merinduimu
Ini, aku yang bicara
Dia mati sendiri, tak mau kawin
Dia memilih menjaga agama
Menjaga diri
Itu kata banyak orang
Tak ada di kota ini perempuan sepertimu
Perempuan-perempuan kota datang kepadanya
Bertanya dan mengadu nasibnya
Dan mereka pulang dengan riang
O, Khadijah
Kau lebih memilih hidup menyepi, sendiri
Ketimbang bersama suami
Pribadimu wakil perempuan-perempuan yang tekun ibadah
Kaulah pesona Qairawan dan pantai lautan yang indah
Saat pulang, kau dibaringkan di samping ayahmu
Dan mereka yang mengenal kesucian pribadimu
Menziarahimu
Ulang Tahun ke-22 Fahmina Institute
Fahmina adalah sebuah lembaga sosial yang lahir di Cirebon, pada tanggal 10 November 2000, oleh empat serangkai santri. Yaitu Afandi Mukhtar (alm), Faqihuddin Abd. Kodir, Marzuki Wahid dan saya, Husein Muhammad. Pendirian Fahmina disepakati di rumah saya,di Jl. Kebon Baru. Arjawinangun. Cirebon.
Kata Fahmina diambil dari dua kata Arab : Fahm dan Na yang bermakna Pemahaman Kita. Atau dengan kata lain Perspektif kita.
Fahmina lahir didesak oleh kesadaran teologis bahwa warga negara harus digerakkan untuk memaknai kembali eksistensinya sebagai manusia yang merdeka dan bermartabat di dalam sebuah negara bangsa yang plural baik dari sisi sosial, budaya, ekonomi, gender maupun Agama/keyakinan.
Sistem politik lama yang sentralistik, seragam dan represif yang berlangsung sekitar 30 tahun, tidak menyediakan ruang atas keragaman serta sikap kritis warga negara. Ini telah menciptakan kehidupan yang stagnan, rapuh dan rentan gesekan sosial.
Situasi ini juga telah menghasilkan kebodohan dan kemiskinan sosial yang masif, rasa saling curiga yang mudah menyulut konflik berbasis sentimen keagamaan, etnis, gender, sosial ekonomi.
Dalam stuktur sosial seperti ini kaum minoritas agama, gender, anak-anak menjadi pihak yang sangat rentan kehilangan eksistensinya sebagai manusia merdeka dan terhormat. Mereka didiskriminasi, disubordinasi dan dimarginalkan dalam kehidupan bersamanya.
Di hadapan realitas sosial di atas Fahmina berpendapat bahwa sebuah perubahan harus dilakukan. Dan perubahan ini harus digerakkan dari dalam dan melalui tradisi masyarakatnya sendiri.
Fahmina berkeyakinan bahwa transformasi sosial akan menemukan signifikansi dan efektivitasnya yang kuat jika dijalankan melalui atau bersama tradisi dan budaya yang dikenali masyarakatnya. Sebaliknya, perubahan sosial akan gagal manakala tercerabut dari akar tradisi dan historisitasnya.
Jargon
Dari realitas di atas Fahmina membuat dan menetapkan sebuah jargon; “Transformasi Sosial Bersama Tradisi untuk Keadilan dan Kemanusiaan”.
Langkah Fahmina untuk mewujudkan gagasan itu adalah mengembangkan wacana keagamaan dan sosial melalui pembacaan kritis dan kontekstual atas warisan intelektual Islam yang menjadi basis pengetahuan keagamaan Pesantren dan masyarakat muslim Indonesia.
Lembaga nirlaba Fahmina Institute yang berbasis di Cirebon, Jawa Barat, menjadi salah satu pemenang penghargaan internasional bergengsi Opus Prize 2013, di Georgetown University, karena keuletannya membangun pusat pemberdayaan, penelitian dan pelatihan masyarakat dengan pendekatan Islami.
Fahmina juga dianggap berhasil mengerakkan berbagai program inovatif untuk membangun komunitas di sekitar mereka dan mengajak warga memahami isu-isu pluralisme, kesetaraan gender, demokrasi, HAM dan berbagai isu-isu sosial lainnya.
Selamat Ultah ke 22 Fahmina. Sukses selalu dan diberkati. (10.11.22/HM)
Advertisement