Oral Seks, Ini yang Perlu Diperhatikan (1)
Dalam rangka memuaskan pasangan antara suami istri, Islam membebaskan trik dan gaya bercinta antara keduanya selama tidak bertentangan dengan aturan syariat. Termasuk pula dalam melakukannya dengan gaya oral seks. Hal ini tidak termasuk larangan dalam agama.
“Tapi, ustadz saya belum memahami secara gamblang dalam masalah oral seks ini. Bisakah dijelaskan lebih rinci!” kata Hamid Salam, warga Gayungsari Timur Surabaya pada ngopibareng.id.
Berikut penjelasan ustadz Ahmad Mundzir selengkapnya. “Orang yang melakukan oral, sebagian dari mereka, sudah banyak yang dalam kondisi ereksi atau tegang. Sehingga, tidak jarang para pasangan suami-istri ini sudah mengeluarkan pelumas berupa cairan bening atau biasa disebut dengan istilah madzi.
Jika ditelisik lebih dalam, selain air kencing, ada tiga jenis air yang keluar dari kemaluan manusia. Pertama, air sperma (mani). Sperma bisa diidentifikasi dari salah satu beberapa cirinya, yaitu keluar dengan memancar dan tersendat, ada bau yang khas seperti adonan roti/kue, terasa nikmat saat air itu keluar.
Kedua, air wadi, yaitu air keruh, kental yang biasa keluar setelah orang mengeluarkan air kencing mungkin disebabkan faktor capai atau hal lain.
Ketiga, air madzi, yaitu air bening yang keluar dari kemaluan, baik dari seorang pria maupun wanita yang biasanya disebabkan karena faktor syahwat. Baik disebabkan karena membayangkan, melihat atau sedang pemanasan (foreplay).
Di antara semua air yang keluar tersebut hukumnya najis kecuali sperma. Seseorang yang mengeluarkan sperma, wajib mandi. Sedangkan wadi dan madzi hanya mewajibkan wudhu, tidak harus mandi, serta harus dibersihkan sebagaimana membersihkan najis seperti biasanya.
Bagi pasangan yang sedang melakukan hubungan intim, tentu sangat kesulitan jika harus menghindari madzi ini. Karena madzi memang diciptakan Allah untuk melengkapi kegiatan jima' yang dilegalkan dalam syara' bagi pasangan yang sah. Ia menjadi pelumas untuk sebuah lancarnya hubungan senggama.
Padahal apabila kita melihat fiqih dasarnya, ada sebuah aturan bahwa seseorang tidak diperkenankan mengotori tubuh dengan najis tanpa ada alasan yang jelas, apalagi memasukkan najis tersebut ke dalam tubuh, tentu tidak diperbolehkan.
Madzi merupakan cairan najis. Ia berlaku hukum yang sama. Artinya tidak boleh sampai masuk ke dalam tubuh, termasuk masuk ke kelamin seorang istri. Tetapi karena hal ini sangat sulit dihindari, maka syara' memberikan toleransi sehingga madzi bagi pasangan yang sedang melakukan hubungan suami-istri hukumnya dima'fu (diampuni).
Dalam kitab I'anatuth Thalibin disebutkan hal itu. “Tempat sucinya sperma itu jika memang kepala batang dzakar dan farji yang keluar murni berupa mani yang suci. Jika tidak murni suci, hukumnya (mani itu) najis dan haram bersenggama dengan kondisi seperti demikian sebagaimana orang orang istinja' dengan batu ketika air sperma keluar dari situ. Karena hal itu menjadikan najis. Iya, diampuni dari orang yang kesulitan menghindari hal tersebut dengan nisbat untuk jima',” (Lihat I'anatuth Thalibin, juz I, halaman 85). (bersambung)
Advertisement