Tetap Optimistis, Kiai Miftah: Jangan Menyerah pada Keadaan
Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Miftachul Akhyar, pandemi Covid-19 yang terjadi di dunia menyisakan keprihatinan. Yang dialami bangsa Indonesia tidak sendirian. Wabah global yang disebabkan virus Corona ini, dialami seluruh umat manusia di dunia.
Diingatkan, bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang selalu optimis dan tidak mudah menyerah. Karena sudah teruji dengan situasi-situasi yang sulit. Sementara itu, optimisme tentu saja melahirkan berbagai ikhtiar yang dibarengi dengan tawakal.
“Kita harus optimis dan yakin bahwa Allah tidak akan membebani manusia kecuali dalam batas kemampuan. Sedangkan kunci mampu adalah sebuah kemauan,” lanjut Kiai Miftah, dikutip Selasa, 22 September 2020.
Ia mengungkapkan, di situasi pandemi seperti sekarang ini, bangsa Indonesia tidak sendiri. Di luar, banyak negara yang juga sedang bersusah-payah menghadapi dampak perekonomian yang ditimbulkan akibat Covid-19.
Bahkan, Kiai Miftah mengungkapkan, beberapa negara di antaranya sudah resmi masuk jurang resesi karena berturut-turut selama dua kwartal ekonominya tumbuh negatif.
Terutama pada kwartal kedua ini. “Amerika Serikat dilaporkan minus 32,9 persen. Jerman minus 10,1 persen. Prancis minus 5,9 persen. Italia minus 17,3 persen. Jepang minus 6,4 persen. Singapura minus 12,6 persen,” ungkapnya.
Sementara Indonesia, sebagaimana dilaporkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), Kiai Miftah mengungkapkan bahwa ekonomi Indonesia pada kwartal kedua ini minus sebesar 4,19 persen. Setelah sebelumnya, pada kwartal 1 masih bisa tumbuh 2,97 persen.
“Jika kwartal tiga nanti masih negatif, berarti kita resmi masuk resesi. Maka perlu ada ikhtiar yang terus diupayakan untuk bisa bangkit dan memulihkan perekonomian kita,” ungkap Kiai Miftah.
Ia menyebut, ikhtiar itu sudah dilakukan oleh Pemerintah Republik Indonesia melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Program ini adalah bagian dari ikhtiar untuk menjaga perekonomian dalam negeri.
“Kita juga sudah punya pengalaman krisis pada tahun 1998. Saat itu, ekonomi kita mampu bertahan karena ada pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) sebagai pahlawan. Banyak UMKM yang bisa survive, bahkan ada yang justru meraup keuntungan ekstra,” ungkapnya.
Pada tahun ini, lanjut Kiai Miftah, UMKM terdampak langsung oleh Covid-19. Sebagai akibat adanya sejumlah pembatasan dalam rangka penetapan protokol memutus penyebaran virus. Beberapa diantaranya adalah anjuran di rumah saja, pembatasan sosial, dan mencegah kerumunan.
“Penetapan-penetapan itu tentu saja memukul sektor UMKM, sehingga daya beli menurun tajam. UMKM yang selama ini ditopang oleh faktor informal dan interaksi langsung antarpelaku ekonomi menjadi sulit bergerak,” ungkap Pengasuh Pondok Pesantren Miftachus Sunnah, Surabaya, Jawa Timur ini.
Selain itu, beberapa UMKM jug memanfaatkan platform online sehingga mampu bertahan. Namun, Kiai Miftach mengungkapkan bahwa sebagian besar pelaku UMKM di Indonesia belum sepenuhnya memanfaatkan platform online ketika terdampak Covid-19.
“Di tatanan kehidupan normal baru ini, UMKM sudah mulai bergerak kembali tapi masih harus terus didorong oleh pemerintah melalui program PEN yang memberikan stimulus dan intensif yang beberapa bulan kemarin sudah puasa usaha,” ungkapya.
Dalam skema biaya penanganan Covid-19, Kiai Miftach menyebutkan bahwa UMKM mendapat kucuran anggaran sejumlah Rp123,46 triliun. Bantuan tersebut, secara mentalitas dapat membuat pelaku UMKM menjadi pribadi yang tahan banting dan tidak mudah menyerah.
Menurut Kiai Miftah, para pelaku UMKM di Indonesia sudah banyak memiliki beragam pengalaman usaha. Mereka sering tertimpa degan berbagai ketidakpastian. Seperti saat memulai usaha baru yang membutuhkan modal. “Nah, pelaku UMKM biasanya sangat jeli memanfaatkan potensi ekonomi yang ada di sekelilingnya. Saya mengajak agar mari bergandengan tangan membantu mereka,” kata Kiai Miftah, mantan Rais Syuriah PWNU Jawa Timur.