Optimis Mimpi Blora Menjadi Kabupaten Organik Bisa Terwujud
Bupati Blora Arief Rohman optimis mimpi Blora menjadi Kabupaten Organik akan menjadi kenyataan. Menurutnya, populasi ternak sapi di Blora cukup melimpah.
Ini berpotensi menjadi pupuk organik. Tinggal bagaimana petani mempunyai tekad untuk bertani organik. Itu disampaikan Bupati Blora Arief Rohman, belum lama ini.
Ia mengatakan, banyaknya jumlah ternak sapi di Kabupaten Blora menjadi salah satu peluang emas untuk pengembangan pertanian organik.
Di sisi lain pertanian organik bisa menjadi solusi bagi para petani untuk tetap produktif, di tengah keterbatasan alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat.
Menurut dia, setelah disurvei, beberapa persoalan yang disampaikan masyarakat Blora, urutan pertama adalah soal pupuk, kedua infrastruktur jalan, dan ketiga air.
Persoalan pupuk jadi hal yang mendominasi dari apa yang dikeluhkan, karena memang sebagian besar masyarakat bekerja di bidang pertanian.
Solusinya, lanjut bupati, pertama petani membeli pupuk non subsidi. Selanjutnya, memanfaatkan potensi bahan baku pupuk organik yang dimiliki Kabupaten Blora.
"Bagaimana persoalan pupuk, ketika petani butuh ini bisa dicukupi. Kita buat terobosan agar tidak tergantung pupuk bersubsidi. Pertanian memanfaatkan pupuk organik dari kotoran sapi, di Blora ini sudah menerapkan tapi belum masif,” jelasnya Arief Rohman.
Terkait program Pemkab Blora, Gerakan Sejuta Kotak Umat (Gerakan masif Menjadikan Kotoran Ternak Bermutu dan Kaya Manfaat), juga sudah dilakukan oleh anggota sejumlah kelompok tani.
Gerakan masif pembuatan kotak fermentasi untuk mengolah kotoran ternak agar menjadi pupuk yang bermutu dan kaya manfaat untuk tanah dan tanaman pertanian.
Terpisah, salah satu petani organik di Desa Gondel, Dwi Putranto, mengungkapkan, apa yang menjadi program Bupati Blora untuk menjadikan Blora sebagai Kabupaten Organik perlu didukung penuh.
"Gerakan ini harus masif. Perlu proses memang, hanya melihat kondisi tanah yang sudah tidak subur akibat penggunaan pupuk kimia, ketersediaan pupuk bersubsidi yang minim, tentu yang harus dipahami oleh para petani," tandasnya.
Dwi mengemukakan, dirinya saat ini juga sudah menanam padi organik, dan hasilnya cukup bagus. "Semua butuh proses, di tahun pertama hasilnya mungkin belum maksimal. Dimungkinkan menginjak tahun ke empat hasilnya akan maksimal," terangnya.
Advertisement